Read the English translation by clicking here.

Taman gaya Bali yang mengacu pada konsep taman tradisional Bali sudah populer tidak hanya di Bali saja, tetapi juga di daerah-daerah lain di Indonesia, bahkan di mancanegara. Kalau istilah saya, taman gaya Bali merupakan gaya taman wajib untuk kawasan resort. Karena saya melihat fenomena bahwa di hampir semua resort yang mengusung tema etnik dan eksotis, pasti di sana terdapat elemen-elemen yang mengacu pada konsep pertamanan gaya Bali (baik taman yang benar-benar mengimplementasikan konsep pertamanan tradisional Bali atau hanya sekedar mencatut sebagian wujud visualnya saja). Namun, apakah semua orang yang menikmati keindahan taman gaya Bali itu tahu apa makna filosofis tanaman-tanaman yang menjadi pengisi unsur soft element taman tersebut? Belum tentu. Sebagian besar orang mungkin hanya menikmati taman Bali dari aspek visual estetis saja.

Padahal, taman gaya Bali (yang sejatinya mengacu pada konsep taman tradisional Bali) jauh lebih besar daripada sekedar wujud visual yang indah dipandang mata. Untuk mendesain taman gaya bali berdasarkan konsep asli taman tradisional Bali, seorang arsitek lanskap harus benar-benar memperhatikan tiga unsur pokok, yaitu satyam (kebenaran), siwam (kesucian, kemuliaan, dan kebersihan), dan sundaram (keindahan dan keharmonisan). Selain itu ada empat komponen yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Ardha chandra (bulan sabit) yang berupa elemen keras dan estetisnya;

2. Kayu kasta gumani yang berupa elemen tanaman pemberi kehidupan. Komponen ini kemudian melahirkan konsep Panca Wriksa (lima pohon pemberi kehidupan), yaitu Beringin, Bodhi, Pisang, Uduh, dan Peji. Menurut sumber purana, Panca Wriksa pada awalnya merupakan tetumbuhan yang tumbuh di Taman Nandhana (Istana Indraloka) yang terdiri dari Wandira (Beringin), Parijataka (Dadap), Dewandaru (Harichandanaka), Kalpataru, dan Vilva (Maja).

3. Tirta Kamandalu, yaitu elemen air yang memberikan kesejukan, baik pada jiwa maupun lingkungan alam.

4. Dewi Laksmi yang berupa elemen keindahan dalam hal keserasian, kedamaian, keharmonisan, dan lingkungan.

Sehingga pertamanan gaya Bali memiliki konsep agung filosofis (mulai dari soft elements dan hard elements) yang menciptakan keterpaduan konstelasi antara mikrokosmos dengan makrokosmos. Sekarang, mari kita bahas soft elements taman Bali, yaitu tanaman-tanamannya yang biasa digunakan di taman-taman tradisional Bali, mulai dari area pintu masuk pekarangan depan (angkul-angkul) sampai area natah (halaman bagian dalam).

1. Pohon Beringin (Ficus Benjamina L.) yang memberikan keteduhan terhadap lingkungan dan memiliki makna simbolis memberikan kedamaian hidup. Namun, Beringin sebaiknya tidak ditanam di area natah (halaman bagian dalam) karena dalam konsepsi taman tradisional Bali, Beringin diyakini menjadi tempat hunian Setan Banaspati yang memberi pengaruh buruk kepada para penghuni rumah.

2. Pohon Bodhi/Ancak (Hemandia pellata) yang berfungsi religius sebagai tempat meditasi untuk memohon kehidupan dan kedamaian kepada Tuhan.

3. Pohon Pisang (Musa sapientum L.) yang merupakan pohon penghasil makanan yang memberikan kehidupan.

4. Pohon Uduh (Caryota mitis) yang berfungsi secara religius dan simbolis sebagai tempat untuk menerima pituduh, wangsit, atau petuah.

5. Pohon Peji  (Drymophleous ovilivacouncis Mart). Sejenis palem yang dalam aspek religius magis berfungsi sebagai tempat untuk memuji dan menyembah kebesaran Tuhan.

6. Kaktus (Pachycereus Sp).  Dalam konsep taman tradisional Bali dianggap sebagai tanaman penolak bala’ dan diyakini dapat menangkal maksud-maksud yang tidak baik. Sehingga biasanya ditanam di sebelah kanan sebelum pintu masuk pekarangan. Namun dapat juga ditanam di halaman luar dekat pintu masuk rumah atau di sekitar dapur.

7. Pohon Dadap Wong (Erythrina variegata). Pohon berbunga merah ini juga diyakini dapat menangkal maksud-maksud yang tidak baik atau menolak orang-orang yang berniat jahat. Sehingga biasanya ditanam di sebelah kiri sebelum pintu masuk pekarangan, dipasangkan dengan Kaktus.

8. Pohon Palem Waregu (Raphis excelsa) diyakini dapat menghancurkan kekuatan negatif yang lebih kuat sehingga biasanya ditanam setelah pintu masuk pekarangan, di sebelah dalam pintu masuk pekarangan.

9. Pohon Kelor (Moringa oleifera). Pohon berdaun bulat telur kecil-kecil ini dalam konsep taman tradisional Bali digunakan sebagai penangkal kejahatan pamungkas (terakhir) di pekarangan rumah sehingga biasanya ditanam di lahan dekat dapur.

10. Jepun Petak/Kamboja Putih (Plumeria acuminata) dan Sudamala/Kamboja Merah (Plumeria rubra). Kedua jenis tanaman Kamboja ini memiliki makna filsofi membersihkan dan mensucikan (memarisudha) semua orang yang akan masuk ke area utama rumah atau area suci. Sehingga kedua tanaman ini biasanya ditanam di pintu masuk utama.

11. Seligi/Kayu Tulak (Phyllanthus buxifolius Muell. Arg). Tanaman yang dalam pengobatan tradisional sering digunakan untuk mengobati sendi terkilir ini dipercaya dapat menolak dan menghilangkan segala bentuk pikiran buruk, sehingga hanya orang-orang yang berpikiran baik sajalah yang dapat memasuki rumah. Tanaman ini biasanya juga ditanam di sekitar pintu masuk utama.

12. Pohon Dewadaru/nagasari (Mesua ferrea L.). Pohon berkayu yang termasuk ke dalam anggota suku manggis-manggisan ini diyakini menjadi pohon kesayangan para Dewa dan Dewi karena memiliki aura paling putih, besih, dan dingin. Sehingga pohon ini biasanya ditanam di bagian dalam halaman utama, setelah pintu masuk utama.

13. Tanaman bunga-bungaan beraroma wangi seperti mawar, cempaka, kenanga, dadap, kaca piring, dan sejenisnya juga merupakan jenis-jenis tanaman yang biasa ditanam di pekarangan rumah Bali, mulai area pintu masuk pekarangan depan (angkul-angkul) sampai area natah (halaman dalam) karena diyakini membawa pengaruh kesucian dan keindahan. Selain itu juga membantu pemusatan pikiran kepada Tuhan sehingga sering ditanam juga di sekitar bangunan suci peribadatan dan digunakan sebagai salah satu kelengkapan utama dalam upakara.

14. Pohon buah-buahan seperti Manggis, Belimbing, dan sejenisnya merupakan jenis tanaman yang sangat baik untuk ditanam di halaman dekat dapur dan di bagian luar natah.

15. Bunga Medori/Widuri Putih (Calotropis gigantea). Tanaman perdu besar dengan bunga berlapis lilin yang dapat berwarna putih atau ungu (yang dipakai untuk taman tradisional Bali adalah yang berwarna putih) ini dalam budaya tradisional Bali merupakan perlambang dari Sang Hyang Iswara (dewa penguasa purwa/arah timur), sehingga ditanam di bagian timur pekarangan.

16. Bunga Tunjung/Teratai Putih (Nymphaea lotus) dan Kelapa Bulan (Cocos nucifera L. “Bulan”). Tanaman-tanaman ini juga merupakan perlambang dari Sang Hyang Iswara, sehingga ditanam di bagian timur pekarangan.

17. Pohon Pinang/ Jambe (Areca catechu). Tanaman yang dalam relief Candi Sukuh di Jawa digambarkan ditanam di tengah Pasetran Gondomayit, tempat persemayaman Dewi Durga ini, dalam budaya tradisional Bali merupakan perlambang dari Sang Hyang Brahma (dewa penguasa daksana/arah selatan), sehingga ditanam di bagian selatan pekarangan.

18. Bunga Tunjung Merah (Nymphaea rubra). Bunga yang dalam kepercayaan Hindu dan Budha dikenal sebagai bunga sakral ini dalam budaya tradisional Bali juga merupakan perlambang dari Sang Hyang Brahma, sehingga ditanam di bagian selatan pekarangan. Selain Tunjung Merah, Kelapa Udang (Cocos nucifera L. “Udang”) juga ditanam di bagian selatan pekarangan.

19. Bunga Siulan (Aglaia odorata Lour), Kelapa Gading (Cocos nucifera L. varietas eburnea) dan Tunjung Kuning (Nymphaea mexicana) merupakan perlambang Dewa Mahadewa penguasa pascima (arah barat), sehingga bunga-bunga ini ditanam di bagian barat pekarangan.

20. Bunga Telang Biru (Clitoria ternatea), Kelapa Gadang (Cocos nucifera L. “Gadang”) dan Tunjung Biru (Nymphaea caerulea) merupakan perlambang Sang Hyang Wisnu penguasa uttara (arah utara), sehingga ditanam di bagian utara pekarangan.

21. Bunga Tunjung Pancawarna dan Kelapa Sudamala merupakan perlambangan dari Dewa Syiwa sehingga ditanam di tengah-tengah pekarangan.

22. Bunga Ratna atau Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.). Tanaman cantik ini berbunga bulat pink keunguan. Dalam kisah Adiparwa digunakan sebagai sarana untuk untuk menciptakan wujud seorang putri cantik jelita bernama Tilotama yang kemudian ditugaskan menggoda dua orang raksasa kembar yang sedang bertapa dengan tujuan menguasai sorga. Bunga ini selain berfungsi sebagai elemen estetis di pekarangan juga merupakan salah satu bunga utama pada upacara-upacara keagamaan di Bali. Selain itu dapat pula dimanfaatkan sebagai tanaman obat herbal untuk penyakit TBC, asma, disentri, gatal-gatal, panas dalam/demam, sakit kepala, dan sebagainya.

Tanaman yang Kurang Baik Ditanam di Area Natah (Halaman Bagian Dalam)

Berdasarkan konsep pertamanan tradisional Bali, tanaman yang memiliki ruas-ruas atau buku-buku seperti Kelapa (Cocos nucifera), Jarak (Ricinus communis), Tebu (Saccharum sp.), Bambu (Bambusoideae), dan sejenisnya memiliki makna filosofi terputus-putusnya rezeki dan kehidupan sehingga tidak ditanam di area natah.


Tanaman-tanaman Lainnya dalam Taman Tradisional Bali

Tanaman-tanaman lain yang berfungsi dalam aspek religius simbolis untuk pemujaan, yang biasanya juga ditanam mengikuti letak/arah pekarangan adalah sebagai berikut:

1. Tanaman yang sering ditanam di bagian timur pekarangan: Kemiri (Aleurites moluccana), Cermai (Phyllanthus acidus Skeels), Durian (Durio zibethinus Mere), dan Cempaka Putih (Magnolia alba).

2. Tanaman yang sering ditanam di bagian selatan pekarangan: Jagung (Zea mays L), Salak (Zalacca sdulis BL), Pinang (Areca catechu L), Manggis (Garcinia mangosta L.), Mawar Merah (Rosa hybrida), Soka (Ixora javanica), Bunga Kenyeri/Bunga Mentega/Oleander (Nerium oleander), dan Bunga Kertas Merah (Zinnia elegans).

3. Tanaman yang sering ditanam di bagian barat pekarangan: Kelapa (Cocos nucifera L), Jagung (Zea mays L.), Duku (Lansium domesticum Jack), Cempaka Kuning (Michelia champaca), Kembang Kuning, dan Alamanda/Bunga Lonceng Kuning (Allamanda cathartica).

4. Tanaman yang sering ditanam di bagian utara pekarangan: Godem/Jawaras/Sorghum (Sorghum vulgare Pers), Manggis (Garcinia mangosta L), Pangi/Kepayang/Keluwek (Pangium edule Reinw), Mangga (Mangifera indica),  dan Kenanga (Cananga odorata).


Referensi:

Gelebet, I Nyoman. Dkk. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar. Departemen P dan K. 1986.

http://www.parissweethome.com/bali/cultural_my.php?id=11

http://www.babadbali.com/pura/plan/dalem-swargan-5.htm

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/9/29/pr1.htm

Views: 17381

1 Comment

Leave a Reply