Sumber gambar: http://www.sa-transport.co.za/

Pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 tujuan Beijing, China menghilang 2 jam setelah take off dari Kuala Lumpur, Malaysia. Pesawat yang membawa 227 penumpang dan 12 awak ini berangkat pada pukul 00.21 waktu setempat, dan direncanakan tiba di Beijing pada pukul 06.30 waktu setempat. Namun, 2 jam kemudian, yaitu sekitar pukul 02.40 waktu setempat, pesawat ini menghilang pada saat posisinya diduga sudah berada di wilayah udara Vietnam.

Pesawat Malaysia Airlines yang menghilang tersebut merupakan pesawat Boeing 777-200ER yang baru berusia sekitar 11 tahun. Pesawat ini merupakan pesawat canggih berbadan lebar (jumbo) dengan bodi panjang, yang dioperasikan untuk rute penerbangan jarak jauh. Pesawat ini merupakan pengganti dari generasi Boeing 747, dengan mesin bijet (mesin ganda) terbesar di dunia.

Berikut ini adalah spesifikasi Boeing 777-200ER yang dikutip dari website Boeing : http://www.boeing.com/boeing/commercial/777family/pf/pf_200product.page. Pesawat ini menggunakan mesin Pratt & Whitney 4090, Rolls-Royce Trent 895, dan General Electric GE90-94B dengan kapasitas bahan bakar penuh sebanyak 171.170 liter dan jarak jangkauan jelajah sekitar 14.305 km. Pesawat ini mampu mengangkut penumpang sebanyak 301 – 440 orang dengan kecepatan maksimun pada fase cruise/jelajah (di ketinggian 35.000 kaki) sekitar 905 km/jam (0.84 Mach). Boeing 777-200ER ini memiliki berat kosong (tanpa bahan bakar dan muatan) 143.015 kg dan MTOW (Maximum Take-Off Weight) 297.550 kg.

MTOW (Maximum Take-Off Weight) adalah berat maksimum pesawat untuk dapat melakukan take off (lepas landas) dengan aman. MTOW meliputi berat pesawat itu sendiri, berat bahan bakar, dan total berat muatan (yaitu, penumpang dan kargo). MTOW ini tidak ada relevansinya dengan topik bahasan pada artikel ini. Karena, apabila pesawat sudah secara aman melewati tahap paling kritis dalam penerbangan, yaitu take off, dan climbing, artinya MTOW pesawat tersebut aman. Saya membahas masalah MTOW ini karena ada hubungannya dengan masalah layanan kepada calon penumpang, dan yang mungkin pernah dikeluhkan oleh penumpang.

Pernahkah Anda melihat banyak seat (kursi) kosong ketika Anda naik pesawat, padahal sebelumnya petugas pasasi di counter check-in mengatakan kalau pesawat sudah penuh? Atau mungkin Anda tidak diizinkan berpindah tempat duduk di dalam pesawat, padahal kursi tersebut kosong? Atau malah justru Anda pernah mendapatkan keberuntungan, yaitu diminta pindah oleh awak kabin ke kelas bisnis padahal Anda adalah penumpang kelas ekonomi? Ya, ini semua berkaitan dengan MTOW.

Sebagai contoh, pesawat jenis Boeing 777-200ER seperti milik maskapai Malaysia Airlines ini memiliki MTOW 297,5 ton. Artinya, berat maksimum yang diperbolehkan untuk dapat melakukan take-off dengan aman adalah 297,5 ton. Dengan adanya batasan ini, maka petugas FOO (Flight Operation Officer) kemudian menghitung berat total muatan pesawat, yaitu berat total penumpang (karena tidak mungkin menimbang berat tubuh penumpang satu per satu sehingga petugas biasanya menyamaratakan berat per penumpang adalah 70 kg) dan berat total kargo (yaitu, bagasi penumpang, barang kiriman perusahaan ekspedisi atau jasa pengiriman, dll). Tujuannya agar pesawat tidak over load (kelebihan muatan) sebab akan sangat membahayakan keselamatan penerbangan. Karena penghitungan ini memerlukan waktu, maka counter check-in akan ditutup sekitar 30 menit sebelum pesawat berangkat. Itulah, mengapa penumpang diminta untuk check-in lebih awal 90 menit sebelumnya, karena petugas FOO perlu waktu untuk menghitung berat total muatan pesawat agar tidak melebihi berat maksimum yang diperbolehkan (MTOW), demi keselamatan penumpang.

Selain itu, pembagian berat muatan (baik penumpang maupun kargo) harus disesuaikan dengan titik keseimbangan pesawat sehingga pesawat dapat terbang dengan aman. Itulah sebabnya mengapa seringkali penumpang tidak diperbolehkan untuk berpindah-pindah tempat duduk walaupun banyak terdapat kursi yang kosong, karena pembagian berat untuk titik keseimbangan pesawat sudah ditentukan. Itu juga alasan, kenapa ada penumpang yang mendapatkan keberuntungan dadakan, tiba-tiba diminta pindah ke kelas bisnis padahal dia adalah penumpang kelas ekonomi.

Selain tipe pesawat, MTOW juga ditentukan oleh panjang landasan pacu dan kerapatan udara di sekitar bandara. Jadi, pesawat Boeing 777-200ER akan dapat memiliki daya angkut maksimum apabila take off dari bandara yang memiliki landasan pacu yang panjang, seperti Bandara Changi, Singapura (4.000 m), dibandingkan apabila take off (lepas landas) dari bandara dengan landasan pacu yang lebih pendek, misalnya Bandara Juanda, Surabaya (3.000 m). Semakin berat beban muatan pesawat, maka pesawat akan membutuhkan landasan pacu yang lebih panjang agar bisa take off (lepas landas) dengan baik dan aman. Juga, pesawat Boeing 777-200ER yang berangkat pada pagi-pagi buta, akan lebih ringan tenaganya ketika take off (lepas landas) karena kerapatan udara yang tinggi, sehingga dapat mengangkut beban lebih banyak (sesuai batas MTOW), dibanding dengan pesawat yang berangkat pada siang hari ketika kerapatan udaranya rendah. Demikian penjelasan singkat mengenai MTOW yang mungkin berguna bagi penumpang.

SEKARANG KEMBALI KEPADA TOPIK BAHASAN ARTIKEL INI. Pesawat Malaysia Airlines ini menghilang 2 jam setelah take off, yaitu pada fase penerbangan paling aman, atau pada fase cruise (menjelajah). Fase penerbangan dibagi menjadi beberapa, yaitu :

Sumber gambar: WWW.AIRWAYS.CO.NZ

Fase 1 dan 2. Proses Taxi (pergerakan pesawat menuju landasan) berada di bawah komando ATC. Setelah pesawat berada di landasan dan mendapat izin untuk take off (lepas landas), maka pesawat akan bergerak menuju runway (landasan pacu), kemudian memulai proses rolling. Setelah itu pesawat akan mulai proses take off (lepas landas). Inilah fase penerbangan paling kritis, karena sering terjadi kecelakaan pada fase ini akibat gagal take off. Pada fase ini ada tiga tahap kecepatan atau V(velocity), yaitu V1, VR, dan V2.

V1 (decision speed), dimana pilot mengambil keputusan untuk take off atau abort to take off (batal lepas landas). Rata-rata kecepatan yang diperlukan agar pesawat dapat melakukan take off adalah 240 – 285 km/jam (Tergantung berat pesawat, semakin berat pesawat semakin tinggi kecepatan yang dibutuhkan untuk bisa take off. Inilah pentingnya melaporkan seluruh manifest, dan beban muatan kepada pilot sehingga pilot dapat menghitung dengan tepat berapa kecepatan yang dibutuhkan untuk take off. Ketika ada muatan yang tidak dilaporkan sehingga pilot salah menghitung kecepatan V1, VR, dan V2 yang dibutuhkan, maka kecelakaan fatal bisa menjadi resikonya). Apabila pilot menemukan adanya indikasi gangguan pada pesawat sebelum mencapai batas kecepatan V1, maka pilot akan membatalkan lepas landas (abort to take off) dan melakukan pengereman, sehingga akan menimbulkan hentakan yang cukup kuat. Maka, jangan lupa selalu kenakan sabuk pengaman Anda! Sedangkan apabila indikasi gangguan muncul setelah melewati batas kecepatan V1, maka pilot harus tetap memutuskan untuk take off, kemudian setelah berhasil terbang, pesawat diarahkan untuk mendarat kembali di runway dengan pendaratan darurat.

VR (speed of rotation) yaitu kecepatan minimal pada saat hidung pesawat harus diangkat untuk proses take off (lepas landas). V2 (the safe takeoff speed), yaitu kecepatan lepas landas aman yang dibutuhkan dan harus dipertahankan agar pesawat dapat memulai fase climb (naik). Pada fase climb ini, roda pesawat dimasukkan. Kemudian pesawat akan terus naik pada fase ini (climb phase) sampai mencapai ketinggian 30.000 kaki, agar dapat memulai fase cruise. Pada fase climb ini pesawat seringakali mengalami gangguan-gangguan yang berhubungan dengan cuaca seperti awan, hujan, dan angin karena masih terbang di bawah awan (terbang rendah), sehingga pesawat akan terasa seperti berguncang.

Fase 3. Fase Cruise. Inilah fase jelajah atau fase terbang paling aman. Pada saat ini, pesawat terbang ada pada ketinggian minimal 30.000 kaki. Bahkan pada jenis pesawat Boeing 777-200ER, ketinggian jelajah bisa mencapai 35.000 kaki atau 11 km lebih. Artinya, pesawat terbang di atas awan, sehingga tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan cuaca di bawah awan. Pesawat akan berjalan stabil dengan kecepatan maksimumnya. Untuk jenis Boeing 777-200ER kecepatan maksimum pada fase ini mencapai 905 km/jam. Pada fase ini, pilot dapat menghidupkan mode kendali auto pilot. Ada kasus ekstrim pada fase ini (berdasarkan laporan dari Asosiasi Pilot Eropa), yaitu beberapa pilot ada yang tertidur pada penerbangan, setelah menyetel mode kendali auto pilot. Istilahnya, inilah fase paling aman dalam penerbangan. Dan pada fase inilah pesawat Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH370 menghilang.

Jadi, apa yang sesungguhnya terjadi pada pesawat Malaysia Airlines MH370? Penerbangan pesawat yang sedang terbang pada fase cruise ini umumnya berjalan dengan stabil, kecuali apabila terjadi keadaan atau situasi yang sangat ekstrim. Artinya, terjadi keadaan atau situasi sangat ekstrim yang menimpa pesawat sehingga menyebabkan pesawat Malaysia Airlines menghilang pada ketinggian tersebut, yaitu menghilang dari ketinggian tersebut dan juga menghilang dari pantauan radar.

Fakta-fakta penting pesawat Malaysia Airlines MH370 :

  1. Pesawat menghilang pada saat terbang jelajah (cruise), di atas ketinggian 30.000 kaki ( menurut catatan pesawat saat itu berada pada ketinggian 35.000 kaki), pada fase terbang paling aman, ditambah dengan cuaca yang sangat bagus menurut pantauan radar.
  2. Pesawat terdeteksi radar pusat kendali udara Vietnam di wilayah udara Vietnam, namun kemudian menghilang dari pantauan radar.
  3. Tidak ada panggilan darurat apapun dari pesawat Malaysia Airlines MH370 sebelum menghilang.
  4. Pesawat ini merupakan pesawat canggih generasi terkini dari Boeing yang dilengkapi dengan berbagai macam instrumen dan sistem komputerisasi canggih, serta peralatan pendukung keselamatan terbang terbaik. Boeing 777-200ER ini memiliki reputasi sebagai jenis pesawat jumbo jet komersial paling aman dengan catatan kecelakaan nyaris nol (selama 19 tahun hanya tercatat mengalami 1 kali kecelakaan, yaitu milik maskapai Asiana Airlines yang gagal mendarat di San Fransisco tahun lalu).
  5. Pesawat ini terdeteksi telah mengubah arah penerbangannya. Menurut keterangan Kepala Angkatan Udara Malaysia Rodzali Daud, Flightradar 24 telah mendeteksi bahwa pesawat Malaysia Airlines MH370 telah mengubah arah dari rute yang seharusnya. Pesawat ini seharusnya terbang menuju arah 25 derajat, namun sekitar pukul 01.20 waktu setempat, pesawat melaju ke arah 40 derajat.
  6. Tidak ada laporan kerusakan mesin apapun dari pesawat Malaysia Airlines MH370.
  7. Pesawat ini pernah mengalami tabrakan kecil dengan pesawat lain pada tahun 2012, menyebabkan sebagian ujung sayapnya robek sepanjang 1 meter, namun kerusakan tersebut telah diperbaiki sehingga pesawat dinyatakan laik terbang kembali.
  8. Pada daftar manifest penumpang, terdapat dua orang penumpang yang terindikasi menggunakan paspor curian (palsu) milik seorang warga Negara Austria dan seorang warga Negara Italia.

Radar. Radar akan mendeteksi keberadaan sebuah pesawat terbang pada ketinggian tertentu. Namun, radar juga memiliki keterbatasan dalam mendeteksi keberadaan sebuah pesawat. Sehingga ada MRVA (Minimum Radar Vector Altitude), yaitu ketinggian minimum yang boleh diterbangi oleh pesawat pada suatu wilayah. Ketika ketinggian pesawat diturunkan sampai sangat rendah, maka radar tidak akan bisa memantau atau mendeteksi keberadaan pesawat. Sehingga pesawat akan menghilang atau lenyap dari layar radar. Artinya, pada saat pesawat Malaysia Airlines menghilang dari pantauan radar, maka pesawat tersebut berada pada ketinggian yang sangat rendah, atau memang mengalami kondisi stall (jatuh). Sementara, pesawat jenis ini hampir tidak mungkin melakukan pendaratan darurat pada sembarang medan, karena ini adalah jenis pesawat berbadan lebar dengan kecepatan jelajah yang sangat tinggi, sehingga membutuhkan landasan pacu yang panjang untuk bisa mendarat dengan aman, walaupun untuk pendaratan darurat.

Pilot tidak melakukan panggilan darurat apapun sebelum pesawat menghilang. Artinya, memang tidak ada situasi atau kondisi darurat yang menimpa pesawat pada saat itu. Atau, terjadi situasi dan kondisi darurat pada pesawat, tetapi pilot terhalang untuk melakukan panggilan darurat walaupun ada waktu untuk melakukannya. Atau, situasi dan kondisi darurat datang menimpa pesawat secara tiba-tiba sehingga membuat pilot tidak sempat melakukan panggilan darurat, karena tidak memiliki cukup waktu. Kemudian, situasi dan kondisi darurat seperti apa yang kemungkinan bisa menyebabkan pesawat canggih tersebut menghilang tanpa jejak? Kerusakan mesin, kerusakan komponen pesawat, kerusakan instrumen pesawat, faktor alam misalnya turbulensi, sabotase (pembajakan), atau faktor lainnya, seperti kemungkinan terjadi dekompresi yang menyebabkan pesawat meledak tiba-tiba dan hancur di udara?

Kerusakan mesin pesawat. Bisa saja pesawat Malaysia Airlines MH370 itu mengalami kerusakan mesin, atau kedua mesin mati, namun pesawat ini memiliki baterai cadangan yang masih dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu, agar pesawat dapat melakukan pendaratan darurat. Kemudian faktor kerusakan komponen dan/atau instrumen pesawat, kemungkinannya kecil sekali karena sebelum diizinkan terbang, pesawat pasti sudah melalui prosedur pre-flight inspection, baik secara visual inspection oleh pilot, maupun check list oleh teknisi pesawat sebelum diberikan approval untuk terbang. Kalaupun, ternyata ada kerusakan atau matinya instrumen secara mendadak di tengah penerbangan, maka setiap pesawat (apalagi pesawat secanggih Boieng 777-200ER) sudah dilengkapi dengan safety back up dan prosedur pengoperasiannya dalam situasi darurat, untuk mengurangi resiko fatal, yaitu kecelakaan.

Faktor alam, misalnya cuaca. Pada penerbangan rendah (di bawah 10000 kaki) dan penerbangan tengah (10000 – 27000 kaki) anomali cuaca yang berkaitan dengan awan, seperti hujan, angin, kilat, dan petir sangat mempengaruhi aktivitas penerbangan. Sedangkan pada penerbangan tinggi (di atas 27000 kaki), yang disebut juga penerbangan di atas awan, pengaruh anomali cuaca di bawah awan tidak berpengaruh. Pada ketinggian ini, pesawat akan terpengaruh apabila terbang di atas siklon tropik yang kuat. Selain itu, pada ketinggian ini, temperatur udara menurun, sehingga rawan terjadi icing (peng-es-an). Akan tetapi setiap pesawat umumnya sudah dilengkapi radar sehingga pilot akan menghindari daerah-daerah rawan tersebut, dan ada instrument de-icing untuk mencegah peng-es-an. Ketika pesawat terbang lebih tinggi lagi, yaitu di atas 30.000 kaki, atau seperti pesawat Malaysia Airlines MH370 yang terbang pada ketinggian 35.000 kaki, maka fenomena alam tersebut nyaris tidak berpengaruh pada pesawat. Yang beresiko adalah perubahan tekanan. Seperti diketahui Malaysia Airlines tesebut terbang dari Kualalumpur menuju Beijing. Artinya, pesawat tersebut melakukan penerbangan meridional, yaitu dari kawasan lintang rendah menuju kawasan lintang tinggi yang sangat sensitif terhadap perubahan tekanan. Akan tetapi, pesawat ini telah dilengkapi dengan stabilisator tekanan. Sedangkan, turbulensi kemungkinan bisa menghampiri pesawat pada ketinggian ini karena kondisi atmosfer yang semakin kurang stabil (akibat pemanasan global) sehingga menyebabkan jangkauan angin atmosfer menjadi semakin tinggi. Turbulensi ini bisa membahayakan, bahkan bisa membuat pesawat jatuh. Turbulensi yang sering menghinggapi daerah atmosfer bagian atas di atas 30000 kaki adalah clear air turbulence (CAT), yang termasuk dalam jenis jet stream (arus angin dengan kecepatan sangat tinggi, sekitar 277 km/jam) yang berbahaya bagi penerbangan karena mampu menghempaskan pesawat jumbo (berbadan lebar). Contohnya adalah pada kasus penerbangan China Airlines tujuan Denpasar dengan jenis pesawat Boeing 747. Pesawat sedang berada di ketinggian 36.000 kaki pada saat terkena turbulensi kemudian terhempas menuju ketinggian 30.000 kaki. Nah, CAT inilah yang tidak dapat dideteksi oleh radar dan kedatangannya pun bisa sangat tiba-tiba.

Sabotase (pembajakan). Kecil kemungkinannya akan tetapi juga bisa saja terjadi. Menurut data manifest penumpang yang dikeluarkan oleh pihak maskapai, ada dua orang penumpang yang terindikasi menggunakan paspor palsu (paspor curian) pada penerbangan MH370. Ditambah dengan adanya keterangan Kepala Angkatan Udara Malaysia Rodzali Daud mengenai fakta bahwa Malaysia Airlines ini mengubah rute terbangnya dari arah 25 derajat menuju arah 40 derajat. Mungkinkah kedua orang berpaspor palsu tersebut ada hubungannya dengan menghilangnya pesawat Malaysia Airlines MH370? Mungkinkah perubahan arah terbang itu ada hubungannya dengan dua penumpang berpaspor palsu tersebut? Mungkinkah perubahan arah ini dilakukan oleh pilot karena situasi darurat? Atau ada yang mengendalikan pilot untuk mengubah rute penerbangan? Atau pesawat berubah arah terbang karena terkena turbulensi? Masih terlalu dini untuk menyimpulkan hal tersebut sebagai sebuah sabotase karena pesawat tersebut sampai sekarang juga masih belum ditemukan (masih belum jelas keberadaannya). Semoga pesawat MH370 beserta seluruh penumpang dan awaknya bisa segera diketahui keberadaannya, sehingga teka-teki dibalik menghilangnya pesawat tersebut dapat terjawab.


Referensi :

www.boeing.com

www.airliners.net

www.malaysiaairlines.com

www.airways.co.nz

Riza Fahmi. Crash! Menyingkap Misteri Penyebab Kecelakaan Pesawat. Jasakom. 2008.

Muhammad Yunus Hutasuhut. Mengenal Dunia Penerbangan. Grasindo. 2005.


Artikel ini juga dapat dibaca di sini.

Visits: 1722

Leave a Reply