Lazada Indonesia

Rumah yang nyaman akan membuat penghuninya kerasan, lebih produktif, dan sehat. Namun, adakalanya rumah yang sudah dibangun dengan begitu mewah, megah, bahkan sudah memenuhi kriteria ruang yang sehat dan nyaman, malah tidak dapat membuat penghuninya merasa kerasan tinggal di dalamnya karena berbagai sebab, misalnya suasana ruangan yang terasa dingin, kosong, tidak akrab, dan sejenisnya. Hal ini rasa kenyamanan ruangan-ruangan dalam sebuah rumah tidak hanya terbangun berdasarkan wujud fisik arsitektural bangunan semata, tetapi aspek tanah yang menjadi tempat di mana bangunan rumah itu berdiri juga turut menentukan. Sehingga pemilihan tanah yang tepat ikut menjadi faktor penentu kualitas hunian rumah itu pada akhirnya.

Banyak sekali kriteria bagaimana cara memilih tanah yang tepat. Masyakarat dunia barat memiliki kriteria bagaimana memilih tanah yang tepat untuk hunian mereka. Masyakarat dunia timur jauh juga memiliki patokan kriteria sendiri berdasarkan ilmu arsitektur kuno warisan nenek moyangnya, yaitu Ilmu Fengshui. Demikian pula di Indonesia, masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kriteria pemilihan tanah yang tepat untuk mendirikan rumah berdasarkan kearifan lokal masing-masing. Dalam artikel kali ini saya memilih menulis tentang pemilihan tanah untuk membangun rumah berdasarkan Asta Kosala Kosali, yang merupakan kearifan lokal masyarakat Bali dalam mendirikan bangunan. Kriteria memilih tanah untuk bangunan rumah berdasarkan kearifan lokal suku-suku lainnya di Indonesia akan ditulis pada artikel lain.

Asta kosala kosali merupakan pedoman (petunjuk) dalam budaya masyarakat Bali dalam mengatur atau menata lahan, baik untuk bangunan suci maupun bangunan rumah tinggal yang di dalamnya mengatur ukuran, simbol-simbol, desain, sampai tata ruang bangunan.

Tanah yang Baik

Dalam asta kosala kosali, ada lima kriteria tanah yang baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu :

  1. Menemu Labha, adalah tanah yang miring ke arah timur. Artinya, bagian tanah di sisi timur lebih rendah daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah ini sangat ideal untuk dipergunakan sebagai tempat mendirikan bangunan karena sinar matahari dapat menyinari bangunan, vegetasi, dan makhluk hidup di atasnya sepanjang hari. Tanah jenis ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dipercaya membawa keberuntungan dan umur panjang.
    Manemu Labha
    Manemu Labha
  2. Paribhoga Wredhi, adalah tanah yang miring ke utara. Artinya bagian tanah di sisi utara lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi selatan. Tanah ini  juga sangat ideal untuk bangunan tempat tinggal karena diyakini membawa pengaruh baik dan kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya.
    Paribogha Wredhi
    Paribhoga Wredhi
  3. Karang Dewa Ngukuhin, adalah tanah atau pekarangan yang apabila dimasuki akan memberikan rasa asri, damai, tentram, dan tenang. Tanah ini cukup baik untuk digunakan mendirikan bangunan di atasnya karena diyakini membawa ketentraman dan ketenangan batin serta kedamaian.
    Karang Dewa Ngukuhin
    Karang Dewa Ngukuhin
  4. Karang Prekanti, adalah pekarangan yang apabila tanahnya dicangkul sedalam kira-kira 30 cm akan mengeluarkan bau pedas (lalah)1). Tanah ini juga baik untuk digunakan mendirikan bangunan karena diyakini mendatangkan kebahagian dan persahabatan.
  5. Pekarangan Datar, adalah pekarangan yang datar atau landai, dengan tempat di sekelilingnya tidak ada yang berbukit atau miring2). Tanah ini rata dengan jalan atau pusat kota3). Tanah ini juga relatif baik digunakan untuk membangun hunian, tetapi tidak sebaik dan seideal tanah nomor 1 – 3 di atas.
    Pekarangan Datar
    Pekarangan Datar

Tanah yang Tidak Baik

Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang tidak baik untuk hunian rumah tinggal, yaitu :

  1. Karang Manyelengking, yaitu dua keluarga yang berbeda golongan (bukan satu keluarga) menjadi penghuni dalam satu lokasi tanah atau pekarangan (dalam satu batasan pagar). Dalam kearifan lokal masyarakat Bali, diyakini hal ini akan mendatangkan marabahaya bagi penghuninya, misalnya penghuni rumah sering sakit. Karang Manyelengking
  2. Karang Boros Wong, yaitu lahan atau pekarangan dengan dua buah pintu masuk atau keluar berukuran sama dalam posisi sejajar (pada satu bidang sisi). Lahan seperti ini diyakini akan mendatangkan kesulitan ekonomi, kekurangan, dan rasa panas bagi penghuninya.
  3. Karang Suduk Angga, yaitu tanah yang terkena air hujan dari atap bangunan orang lain, terkena air limbahan bangunan orang lain, atau kemasukan akar tanaman dari tanah di sebelahnya (tanah yang berbatasan). Diyakini bahwa tanah seperti ini akan menyebabkan kesehatan penghuninya terganggu.
  4. Karang Melekpek, yaitu tanah yang apabila dimasuki membawa hawa panas yang terus-menerus. Tanah seperti ini diyakini mendatangkan hawa pertikaian, ketidaktenangan, dan terganggunya kesehatan.
  5. Karang Ucem, lokasi tanah yang terlihat kusam, kotor, dan tidak bercahaya. Disebut pula dengan pekarangan yang hitam. Tanah seperti ini tidak baik untuk bangunan rumah.
  6. Karang Miring ke Barat, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi timur lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi barat. Tanah seperti ini diyakini dapat membuat kesehatan penghuninya terganggu.
  7. Karang Miring ke Selatan, yaitu tanah atau pekarangan dengan bagian tanah di sisi selatan lebih tinggi daripada bagian tanah di sisi utara. Tanah seperti ini tidak baik digunakan untuk mendirikan bangunan karena diyakini dapat menyebabkan penghuninya terus-menerus diserang desti reluh terang jana4).
  8. Karang Berbau, yaitu tanah atau pekarangan yang berbau tidak sedap, memiliki rasa manis dengan tanah berwarna hitam. Tanah seperti ini dianggap berbahaya sehingga tidak boleh digunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal.
  9. Karang Bhaya, yaitu lokasi tanah atau pekarangan dimana pada lokasi tersebut yang sering dijumpai ceceran darah mentah tanpa sebab yang jelas. Tanah seperti ini dianggap sangat berbahaya sehingga sangat tidak disarankan untuk digunakan sebagai tempat membangun rumah.

Tanah yang Cacat

Dalam asta kosala kosali, ada sembilan kriteria tanah yang sebenarnya dapat digunakan untuk hunian rumah tinggal tetapi kondisinya masih kurang baik sehingga harus diperbaiki agar dapat difungsikan untuk hunian, yaitu :

  1. Karang Sandang Lawe, yaitu lokasi tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan pertigaan jalan, istilah lainnya adalah tanah atau pekarangan tusuk sate. Tanah seperti ini dianggap akan membuat kesehatan penghuninya terganggu sehingga untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara menggeser pintu keluar masuknya (ke kiri atau kanan) agar tidak berhadapan lurus dengan pertigaan jalan.
  2. Karang Sula Nyupi (Karang Apit Yuyu), yaitu tanah atau pekarangan yang pada semua sisinya dikelilingi (dilingkari) oleh jalan umum, gang, atau sungai. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali diyakini mendatangkan kesialan dan hawa panas. Cara mengatasinya kalau ingin mendirikan bangunan di tanah seperti ini adalah dengan membuat dua buah Pelinggih Padma Capah menghadap ke arah jalan dari pekarangan yang dilingkari5).
  3. Karang Kuta Kabanda (Karang Apit Rurung), yaitu tanah atau pekarangan yang diapit oleh jalan pada kedua sisinya, baik itu samping kanan dan kiri tanah maupun di muka dan belakang tanah. Tanah seperti ini dalam kearifan lokal masyarakat Bali dianggap dapat membawa bencana. Cara mengatasinya agar dapat digunakan untuk membangun hunian adalah dengan membangun tempat usaha pada salah satu sisinya, dan pada sisi lainnya yang berbatasan dengan jalan digunakan sebagai lahan sisa. Antara lahan sisa dengan lahan pekarangan diberi batas berupa pagar tembok.
  4. Karang Teledu Nginyah, yaitu tanah atau pekarangan yang terletak di samping Karang Sandang Lawe kosong, atau berhadapan dengan pertigaan saluran air. Tanah seperti ini sangat baik digunakan sebagai rumah tinggal seorang dukun atau balian, tetapi tidak baik digunakan untuk membangun rumah tinggal bagi masyarakat biasa karena dianggap dapat mendatangkan gangguan kesehatan dan kesusahan hidup. Cara mengatasinya adalah dengan membangun sebuah tugu di pertigaan saluran air tersebut. Tugu ini dalam prinsip asta kosala kosali adalah sebagai sarana penangkal (tolak bala).
  5. Karang Grah, yaitu tanah atau pekarangan yang lokasinya bersebelahan (sebelah timur atau utara) dengan Pura Kahyangan Tiga, Dang Kahyangan, dan Sad Kahyangan. Tanah seperti ini dianggap dapat mendatangkan bahaya, ketidaktentraman, dan hawa panas. Cara mengatasinya adalah dengan memberi jarak berupa jalan umum atau gang atau tanah seperti ini digunakan sebagai tempat usaha (baik berupa bangunan usaha atau lahan usaha seperti perkebunan).
  6. Karang Negen (Amada-mada Bharata), yaitu dua bidang tanah atau pekarangan dengan letak saling berhadapan dengan dibatasi jalan raya pada bagian tengahnya, yang dimiliki oleh satu keluarga. Tanah seperti ini dianggap dapat membawa gangguan kesehatan dan kesedihan. Cara mengatasinya adalah tidak membangun bangunan yang fungsinya sama, misalnya kedua-keduanya digunakan untuk membangun rumah tinggal. Sehingga kalau pekarangan yang satu sudah digunakan untuk membangun rumah tinggal, maka pekarangan satunya yang di sebarang jalan sebaiknya digunakan sebagai area usaha, apakah itu toko, kontrakan, atau perkebunan.
  7. Karang Tumbak Tembok, yaitu tanah atau pekarangan yang pintu keluar masuknya berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain. Cara mengatasinya adalah dengan membuat lorong atau jalan keluar masuk yang tidak berhadapan dengan tembok pekarangan orang lain.
  8. Karang Naga Sesa (Karang Apitan), yaitu tanah atau pekarangan yang letaknya diapit oleh pekarangan orang lain di kanan kirinya dimana dua pekarangan yang mengapit itu dimiliki oleh satu orang.Cara mengatasinya adalah dengan memberi jarak/gang kecil pada perbatasan tanah atau pekarangan.
  9. Karang Emet (Karang Lebah Paraning Banyu), yaitu tanah atau pekarangan yang lebih rendah dari pekarangan lain sehingga dapat dibanjiri air. Cara mengatasinya adalah dengan membuat saluran drainase atau got pada batas pekarangan.

Demikianlah sekelumit tulisan mengenai cara memilih tanah yang baik untuk bangunan rumah berdasarkan prinsip Asta Kosala Kosali.


Catatan Kaki:

1) lihat: Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 46

2) lihat: Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 45

3) lihat: http://www.babadbali.com/pura/any/padmasana.htm

4) lihat: Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 49

5) lihat: Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008. hlm. 53


Referensi:

Dwijendra, Ngakan Ketut Acwin. Arsitektur Rumah Tradisional Bali Berdasarkan Asta Kosala-kosali. Udayana University Press. 2008.

http://www.babadbali.com/pura/any/padmasana.htm

Asta Kosala Kosali, Fengshui Tata Ruang & Bangunan Bali

http://popbali.com/mengenal-asta-kosala-kosali-tata-ruang-dan-bangunan-bali/

 

Visits: 13820

1 Comment

Leave a Reply