Mengenali musuh dalam selimut di sekitar Anda. Musuh adalah lawan, yaitu pihak yang dipandang merupakan ancaman bagi pihak lainnya. Dalam sebuah pertandingan/peperangan, siapa kawan dan siapa musuh/lawan itu jelas karena kedua pihak saling berdiri berhadapan. Selain itu, siapa kawan dan siapa musuh/lawan itu bisa dibedakan dari warna kostum, misalnya tim biru lawan tim merah. Itu adalah karakteristik musuh sejati.
Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari di luar pertandingan/peperangan, ada golongan musuh yang sangat berbahaya. Tipe musuh ini kadangkala tidak terdeteksi karena ia bersikap seperti bunglon. Bunglon pada saat berada di antara dedaunan akan mengubah dirinya menjadi hijau. Pada saat berada di batang pohon, ia pun mengubah kulitnya menjadi serupa dengan batang kayu. Begitu pula yang terjadi dengan musuh jenis ini. Ia sangat pandai berkamuflase. Ia bisa bersikap sebagai seorang sahabat yang sangat “peduli” di depan Anda. Ia juga bisa menjadi seorang “penasehat” atas masalah Anda. Itu adalah wujud penampakan luarnya.
Ia tersenyum di hadapan Anda, sementara hatinya mengutuk Anda. Ia merangkul Anda dengan saran/nasehatnya, sementara isi saran/nasehatnya sebenarnya menjerumuskan karena menggiring Anda menuju jurang penyesalan kalau sampai Anda mengikuti nasehatnya. Ia bersikap simpatik di hadapan Anda, padahal ia begitu ingin melihat kegagalan dan kesusahan Anda. Ia terlihat bahagia ketika Anda berbahagia, padahal hatinya benci sekali melihat kebahagiaan Anda. Golongan inilah yang dinamakan sebagai “Musuh dalam Selimut”.
Allah SWT berfirman: “Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka kerjakan.” (Q.S. Ali Imran: 120)
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (Q.S. Ali Imran: 118)
LATAR BELAKANG MENGAPA ORANG MENJADI MUSUH DALAM SELIMUT
Latar belakang mengapa orang menjadi musuh dalam selimut itu banyak sekali. Di antaranya akibat dari rasa iri, dengki, benci, dendam, jiwa bersaing yang tidak sehat, takut tersaingi, takut diungguli, inferior (tidak pe-de dengan kualitas dirinya alias sadar kemampuannya di bawah orang lain), tapi ego dan kesombongannya tingginya tiada terkira sampai menyentuh langit ketujuh, dan sebagainya (silakan baca: Ciri Orang yang Sombong (Takabur)).
Rasulullah SAW bersabda: “Kelak akan menimpa umatku penyakit umat-umat terdahulu yaitu penyakit sombong, kufur nikmat, dan lupa daratan dalam memperoleh kenikmatan. Mereka berlomba mengumpulkan harta dan bermegah-megahan dengan harta. Mereka terjerumus dalam jurang kesenangan dunia, saling bermusuhan dan saling iri, dengki, dan dendam sehingga mereka melakukan kezaliman (melampaui batas).” (HR. Al Hakim)
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah pada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. An-Nisa’: 32)
MENGENALI MUSUH DALAM SELIMUT
Musuh dalam selimut memang tidak mudah dikenali karena sebagian besar berasal dari golongan manusia yang dekat dengan Anda. Misalnya, teman baik, sahabat dekat, sanak kerabat, rekan bisnis, dan tetangga. Kita mengenal manusianya, tetapi tidak mengenali jiwanya. Kita mengenal baik sosok raganya, tetapi tidak mengetahui jiwa seperti apa yang bersemayam di dalam raga itu. Apakah jiwa itu jiwa berkualitas baik. Apakah jiwa itu berkualitas kurang baik. Ataukah, jiwa itu berkualitas sejahat iblis. Walaupun tidak mudah mengenalinya, bukan berarti tidak bisa dikenali. Golongan ini tetap bisa dikenali karakteristiknya karena memang golongan jiwa yang jahat tidak sama dengan golongan jiwa yang baik. Berikut ini akan dibahas mengenai cara mengenali musuh dalam selimut di sekitar Anda melalui enam ciri khasnya.
CIRI 1: Musuh Dalam Selimut Senang Mencari Tahu Urusan Pribadi Anda, Suka Mencampuri Kehidupan Pribadi Anda, dan Senang Mempengaruhi Anda dalam Mengambil Keputusan Hidup.
Musuh dalam selimut sebisa mungkin akan mempertahankan kedekatan hubungan dengan Anda. Akan tetapi, niatnya bukan untuk memelihara tali silaturahmi dan ukhuwah sebagaimana yang dilakukan orang tulus dan berakhlak baik. Niat golongan musuh dalam selimut berusaha selalu menjadi orang dekat Anda adalah agar ia leluasa mengakses informasi tentang kehidupan pribadi Anda, mengetahui urusan pribadi Anda, dan mengetahui rencana hidup Anda. Semua itu menjadi bahan pokok musuh dalam selimut untuk memetakan diri Anda, yaitu menemukan kelemahan Anda, mencari cara untuk memanipulasi Anda agar menuruti sarannya yang menjerumuskan, dan mencampuri urusan pribadi Anda.
Ia akan memanfaatkan kedekatannya dengan Anda untuk mengendalikan keputusan hidup Anda agar sesuai dengan keinginannya. Kalau ia ingin Anda tidak maju, ia akan berusaha mempengaruhi pikiran Anda agar tidak mencoba jalan menuju kemajuan itu. Kalau ia ingin Anda gagal dalam meraih sesuatu, ia akan berusaha sekuatnya memberi saran yang akan menjerumuskan Anda menuju jurang kegagalan itu.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (Q.S. Ali Imran: 118)
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka mencuri berita (suka mendengar-dengarkan berita rahasia orang lain).” (HR. Bukhari)
“Hendaklah engkau sibuk dengan urusan pribadimu sendiri.” (HR. Ath-Thabrani)
CIRI 2: Musuh Dalam Selimut Akan Memberi Saran/Nasehat yang Menjerumuskan. Ia Menggunakan Standar Ganda dalam Memberi Saran/Nasehat untuk Menjegal Langkah Anda dan Ketika Anda Menolak Sarannya, Ia Menjadi Emosi.
Musuh dalam selimut akan dengan senang hati memberikan saran/nasehat, bahkan tanpa Anda memintanya. Saran/nasehatnya itu terkesan dipaksakan sekali, bahkan seringkali bertolak belakang dengan apa yang ia inginkan untuk dirinya sendiri. Contohnya adalah seperti dialog berikut di bawah ini.
B berkata, “Aku sedang ikut seleksi beasiswa untuk kuliah ke Australia. Aku ingin meningkatkan karirku ke level internasional.”
Ternyata, B gagal lolos seleksi beasiswa Australia, sehingga ia kemudian mengambil kuliah di dalam negeri.
Beberapa bulan kemudian, Anda bercerita kepadanya, “Aku saat ini sedang mengikuti seleksi beasiswa untuk kuliah doktoral di Jerman. Doakan aku ya.” Anda bercerita kepadanya karena menganggap ia satu pemikiran dengan Anda mengenai kuliah di luar negeri. Bukankah ia sangat ingin kuliah ke luar negeri, sehingga sampai mengikuti seleksi beasiswa kuliah Australia. Oleh karenanya, Anda yakin bahwa ia akan menyemangati Anda.
Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. B tiba-tiba bersikap defensif dengan mengatakan, “Untuk apa kuliah jauh-jauh begitu? Apa di Indonesia tidak ada universitas yang baik sehingga kamu harus memilih universitas luar negeri. Indonesia itu punya banyak perguruan tinggi berkualitas, lho. Lagipula, ngapain jauh-jauh kuliah ke sana, toh nantinya kamu akan balik juga ke Indonesia ‘kan? Tidak mudah lho ikut seleksi beasiswa itu, saingannya banyak banget, susah nembusnya. Daripada buang-buang waktu, mending S3 di Indonesia saja. Toh, tidak menjamin ‘kan lulusan S3 Jerman bisa dapat gaji tinggi. Aku bilang begini itu karena aku peduli sama kamu. Aku itu tidak ingin kamu memboroskan waktu, uang dan tenagamu untuk sesuatu yang belum pasti. Lagi pula hidup di luar negeri itu tidak enak. Susah lho tinggal di sana.”
Nah, sampai di sini, sudah jelas ada ketidakkonsistenan dalam pemikiran si B. Apa saja ketidakkonsistenannya?
Pertama, pada saat itu menyangkut dirinya, maka luar negeri menjadi standar yang tinggi untuknya, sehingga ia pun sangat ingin bersekolah ke luar negeri demi meraih kemajuan hidup. Akan tetapi, pada saat menyangkut diri Anda, standarnya berbalik. Ia mengatakan pendidikan dalam negeri itu sama berkualitasnya dengan pendidikan di luar negeri.
Kedua, pada saat itu menyangkut dirinya, ia tidak mempermasalahkan tentang kemungkinan hidup di luar negeri itu tidak enak, sulit dan penuh perjuangan. Ia bahkan bersemangat tinggal di luar negeri dengan ikut seleksi beasiswa itu. Akan tetapi, pada saat menyangkut diri Anda, ia mempermasalahkan semua potensi kesulitan itu.
Ketiga, pada saat itu menyangkut dirinya, ia sama sekali tidak menyinggung kata sulit karena banyak saingan. Ia juga tidak mempermasalahkan mengenai buang-buang waktu, tenaga, dan uang demi mencoba sesuatu yang mengarah pada kemajuan. Sebaliknya, begitu itu mengenai Anda, ia mempermasalahkan tingkat kesulitan, faktor banyaknya saingan, kecilnya kemungkinan, sehingga menyarankan agar Anda tidak perlu mencoba sesuatu yang belum pasti.
Mengapa ia tidak mempermasalahkan dirinya saat mencoba sesuatu yang belum pasti, tetapi begitu menentang ketika Anda mencoba hal yang sama, yaitu sesuatu yang belum pasti? Itu karena ia tidak rela kalau dirinya disaingi oleh orang lain. Ia hanya ingin dirinya saja yang maju dan berprestasi, sedangkan orang lain tidak boleh lebih maju daripada dirinya. Itulah sebabnya ia menjadi begitu defensif dan sangat antipati ketika mendengar orang lain sedang berusaha melangkah ke tahap yang lebih maju, tahap impiannya yang sementara ini gagal diraih olehnya.
Ia khawatir Anda akan berhasil kalau Anda benar-benar mencoba rencana itu. Ia begitu takut membayangkan keberhasilan Anda. Itulah sebabnya mengapa ia menjadi begitu emosi ketika Anda menolak sarannya yang menjerumuskan, yaitu saran agar Anda tidak mencoba kesempatan yang menurut perkataannya adalah rencana yang sulit dan mustahil itu.
Oleh karena itulah, Anda tidak perlu mendengarkan saran yang menjerumuskan seperti itu. Selama apa yang Anda inginkan itu tidak bertentangan dengan hukum agama yang Anda anut dan hukum negara dimana Anda tinggal, serta selama usaha Anda untuk meraihnya itu melalui cara yang benar, maka Anda tidak boleh mundur karena Anda ada di pihak yang benar.
Anda berhak menentukan jalan hidup Anda tanpa campur tangan orang lain. Anda ingin berkarir di Jerman, Anda ingin berkarir di Indonesia, Anda ingin menjadi chef andal di Dubai, Anda ingin menjadi dokter bedah di Australia, Anda ingin menjadi dosen di Jepang, atau Anda ingin menjadi apa pun yang baik-baik di mana pun, itu semua adalah hak asasi Anda. Anda berhak mencoba jalan menuju ke sana tidak peduli sesulit apa pun itu kelihatannya, karena kalau Allah menghendaki, tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya.
Allah SWT berfirman: “… Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri….” (Q.S. Ar-Ra’d: 11)
“Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (Q.S. An-Nahl: 40)
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (Q.S. Ya Sin: 82)
Usaha, ketekunan, sikap pantang menyerah atas kegagalan, disertai dengan ibadah, doa, kesabaran, dan tawakal (berserah diri kepada Allah), niscaya kelak akan mengantarkan Anda meraih cita-cita Anda. Kalau Anda gagal di percobaan pertama, maka coba lagi setelah belajar dari kegagalan sebelumnya. Kalau Anda gagal lagi, maka terus coba lagi. Sebab, kegigihan usaha yang disertai ibadah, doa tulus, dan sikap tawakal akan membuahkan sebuah keberhasilan yang indah. Jangan pernah mendengarkan saran-saran yang menjerumuskan seperti itu sepanjang Anda berada di jalan yang benar.
Allah SWT berfirman: “… Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (Q.S. At-Talaq: 2 – 3)
“Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri.” (Q.S. Ibrahim: 12)
“Sungguh, setan itu tidak akan berpengaruh terhadap orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhan.” (Q.S. An-Nahl: 99)
ORANG BERJIWA BAIK TIDAK AKAN MENGHALANGI KEMAJUAN HIDUP ORANG LAIN
Penting untuk diketahui bahwa orang yang jiwa dan hatinya baik tidak akan menghalang-halangi rencana kemajuan hidup orang lain. Ia akan turut mendoakan agar orang tersebut berhasil dalam tujuannya karena ia percaya bahwa doa yang baik itu juga akan kembali kepada dirinya sendiri. Ia yakin bahwa dengan mendoakan kelancaran rencana orang lain, maka dirinya atau anaknya pun akan mendapatkan kelancaran yang serupa itu. Hanya golongan orang berjiwa jahat dan berhati culas sajalah yang tega menghalang-halangi usaha kemajuan orang lain melalui saran menjerumuskan yang dibungkus dengan alasan “kepedulian”. Ini adalah salah satu ciri musuh dalam selimut.
Allah SWT berfirman: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri….” (Q.S. Al-Isra’: 7)
“karena kesombongan (mereka) di bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu hanya akan menimpa orang yang merencanakannya sendiri. Mereka hanyalah menunggu (berlakunya) ketentuan kepada orang-orang yang terdahulu. Maka kamu tidak akan mendapatkan perubahan bagi Allah, dan tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi ketentuan Allah itu.” (Q.S. Fathir: 43)
Standar dan keinginan pemberi saran adalah kuliah ke luar negeri untuk meningkatkan karir, tetapi ia menyarankan yang “sebaliknya” (kuliah di dalam negeri saja) kepada orang lain. Standar dan keinginan pemberi saran adalah menikah ketika sudah mapan, tetapi ia menyarankan kepada temannya bahwa menikah itu tidak perlu mapan, sehingga akhirnya temannya terjerumus ke dalam kehidupan pernikahan yang sulit karena belum mapan sehingga harus pontang-panting memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Atau bisa juga ia berasal dari keluarga berlebih (kaya), sehingga meskipun dirinya menikah dalam status bekerja dengan gaji minim atau bahkan pengangguran sekalipun, ia tetap mampu hidup berkecukupan berkat sokongan orang tua atau mertuanya. Rumah sudah dibelikan orang tua/mertua. Mobil sudah dibelikan orang tua/mertua. Biaya bulanan rumah tangga pun disuplai orang tua/mertua. Si kaya ini mempunyai teman yang berasal dari keluarga berekonomi kurang mampu. Temannya itu adalah tulang punggung ekonomi keluarganya (orang tua dan adik-adiknya). Si kaya itu lantas menyarankan kepada temannya tersebut agar segera menikah, tak perlu menunggu mapan. Ia mencontohkan dirinya sendiri yang walaupun bekerja dengan gaji minim, tetapi kondisi ekonomi rumah tangganya baik-baik saja, bahkan tetap bisa memiliki rumah dan mobil. Namun, ia menyembunyikan fakta bahwa kondisi keuangan rumah tangganya yang baik-baik saja dan kebutuhannya yang selalu tercukupi itu berasal dari fasilitas dan suplai orang tua/mertuanya. Si teman itu pun akhirnya percaya dan mengikuti saran tersebut karena tidak tahu kenyataan tersebut. Akibatnya, si teman itu terjerumus ke dalam kehidupan pernikahan yang menderita karena terpaksa pontang-panting menghidupi keluarganya tanpa fasilitas/suplai apa pun dari orang tuanya, tidak seperti kehidupan si kaya yang ekonomi rumah tangganya disuplai orang tua/mertuanya. Ia tak bisa berharap dukungan dari orangtua dan keluarganya karena orangtua dan keluarganya saja malah berada dalam tanggungannya. Pada akhirnya, ia terpaksa bekerja siang malam, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, sampai badannya sakit-sakitan. Sementara itu, si kaya pemberi saran menjerumuskan itu tidak mau ikut bertanggung jawab atas sarannya. Ia hanya tersenyum melihat penderitaan si teman akibat menuruti sarannya yang tidak bertanggung jawab itu.
Contoh lainnya, A berencana membeli sebuah rumah berharga murah di dekat jalan raya. Ia kemudian menceritakan rencananya itu kepada B, temannya. B mengatakan bahwa rumah berharga murah itu bermasalah dan tidak bagus untuk ditinggali. Karena A menganggap B teman baik, A lantas percaya dengan omongan B sehingga membatalkan rencananya untuk membeli rumah itu. Tak berselang lama, A mendapat kabar kalau rumah itu telah dibeli oleh si B. Ternyata rumah itu tidak bermasalah dan justru berprospek bagus untuk dijadikan sebagai kos-kosan karena letaknya yang strategis. Artinya, B adalah musuh dalam selimut yang menjegal rencana A melalui sarannya yang menjerumuskan.
Contoh berikutnya, standar keinginan pemberi saran adalah anaknya bersekolah sampai jenjang doktoral (S3), tetapi setelah SMA anaknya tidak melanjutkan kuliah, maka ia menyarankan orang lain agar tidak perlu sekolah tinggi-tinggi dengan alasan sekolah tinggi belum tentu sukses mendapatkan pekerjaan. Standar kesuksesan pemberi saran adalah kalau ia punya rumah, mobil, dan bisa jalan-jalan ke luar negeri, tetapi ketika orang lain akan membeli mobil dan jalan-jalan ke luar negeri, ia mengkritik habis dan menyarankan yang “sebaliknya” (hidup sederhana, tidak perlu bermewah-mewah beli mobil atau jalan-jalan ke luar negeri). Standar prestasi tinggi idaman pemberi saran adalah diterima kerja di perusahaan raksasa Google di Amerika Serikat, tetapi begitu orang lain hendak merintis karir ke Amerika Serikat, ia mengkritik habis dan berusaha mengubah pikiran orang tersebut sambil memprovokasi bahwa hidup di luar negeri itu tidak enak.
Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang-orang yang di luar kalanganmu sebagai teman kepercayaanmu, (karena) mereka tidak henti-hentinya menyusahkan kamu. Mereka mengharapkan kehancuranmu. Sungguh, telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang tersembunyi di hati mereka lebih jahat. Sungguh, telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu mengerti.” (Q.S. Ali Imran: 118)
Rasulullah SAW bersadba: “Bukan akhlak seorang mukmin berbicara dengan lidah yang tidak sesuai kandungan hatinya. Ketenangan (sabar dan berhati-hati) adalah dari Allah dan tergesa-gesa (terburu-buru) adalah dari setan.” (HR. Asysyihaab)
ORANG YANG TULUS
Contoh orang yang bersikap tulus adalah orang tua (ayah dan ibu). Pada saat Anda berusaha meraih impian Anda, walaupun kelihatannya sulit, mereka tidak akan pernah berkata itu sulit. Mereka adalah orang yang akan mengatakan teruslah berjuang, semangat, jangan pernah menyerah walau sesulit apa pun itu. Mereka adalah orang yang akan ikut meringankan kesulitan dan jalan terjal perjuangan anak-anaknya dengan doa tiada henti, dukungan moral dan semangat, dukungan materi, serta dukungan waktu dan tenaga. Mengapa? Sebab, orang tua adalah orang yang mencintai anak-anaknya dengan tulus dan sepenuh jiwanya sehingga mereka bahagia melihat anaknya bahagia dan ingin agar anak-anaknya jauh lebih maju dan lebih baik hidupnya daripada diri mereka sendiri. Orang tua adalah orang yang rela mengorbankan segala yang dimilikinya demi kebahagiaan anak-anaknya. Orang tua adalah orang akan merasa sangat bahagia ketika anak-anaknya bahagia. Orang tua adalah orang akan merasa jauh lebih menderita apabila melihat anak-anaknya menderita. Orang tua adalah orang yang akan senantiasa menerima anak-anaknya bagaimanapun keadaan anak-anaknya. Orang tua adalah orang yang akan merasa jauh lebih bahagia daripada anak-anaknya ketika melihat anak-anaknya berhasil meraih cita-citanya. Maka dari itu, kalau Anda ingin mendengarkan saran/nasehat yang baik dan tulus, hanya dengarkanlah saran/nasehat dari orang tua (ayah dan ibu) Anda karena saran/nasehat mereka itu murni untuk kebaikan, kemajuan, keberhasilan, dan kebahagiaan hidup Anda. Silakan baca kelanjutannya di “Mengenali Musuh dalam Selimut (Bagian 2) dengan klik di sini.
Silakan baca kelanjutannya: Mengenali Musuh Dalam Selimut di Sekitar Anda (Bagian 2).
Views: 4383