Ciri Orang yang Sombong

Ciri orang yang sombong (takabur), yang akan dibahas dalam artikel ini ada enam. Namun, sebelum membahas ciri-cirinya, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai pengertian sombong berdasarkan perspektif Islam.

Pengertian Sombong dalam Islam

Sombong artinya adalah perilaku menolak kebenaran dan meremehkan atau merendahkan orang lain. Definisi ini bersumber dari hadits Rasulullah SAW: “Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Kemudian ada seseorang bertanya, “Bagaimanakah dengan orang yang senang mengenakan pakaian dan sandal yang bagus?” Beliau SAW menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR.Muslim)

Oleh karena itu pakaian yang bagus, sepatu atau sandal yang bagus, dan barang-barang yang bagus tidak mencerminkan kesombongan seseorang. Selama di dalam hatinya tidak terbersit pikiran menganggap remeh orang lain ataupun menolak kebenaran, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sombong walaupun ia berpakaian bagus, berkendaraan bagus, dan sejenisnya.

Allah SWT sangat membenci golongan orang sombong. Hal seperti tersebut dalam firman-Nya: “Tidak diragukan lagi bahwa Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang sombong.” (Q.S. An-Nahl: 23)

Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.” (Q.S. Al-Isra’: 37)

Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. Luqman: 18)

Rasulullah SAW sangat membenci orang yang sombong sebagaimana sabda Beliau SAW: “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat kedudukannya dengan majelisku pada hari kiamat nanti adalah orang yang paling baik akhlaknya. Sebaliknya, orang yang aku benci dan paling jauh dari diriku adalah orang yang terlalu banyak bicara (yang tidak bermanfaat) dan sombong.” (HR Tirmidzi)

Orang yang Sombong adalah Orang Paling Celaka di Akhirat

Golongan orang sombong termasuk golongan orang yang paling celaka di akhirat karena tempat menetapnya kelak adalah di neraka Jahannam. Ia akan kekal menjadi penduduk neraka Jahannam seperti firman Allah SWT: “(Dikatakan kepada mereka), “Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam dan kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong.” (Q.S. Ghafir: 76)

Rasulullah SAW juga bersabda: “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabur (sombong).” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Enam Ciri Orang yang Sombong (Takabur)

Ciri orang yang sombong (1): meremehkan dan memandang rendah orang lain.

Ia suka meremehkan dan memandang rendah orang lain, sehingga selalu mengukur kualitas dan kemampuan orang lain berada di bawah dirinya. Ia juga merasa dirinya adalah yang paling: paling benar, paling dewasa, paling pintar, paling berpengalaman, paling tahu, dan sebagainya. Kebiasaan suka meremehkan dan memandang rendah orang lain dapat membuat seseorang selalu melihat posisi orang lain itu ada di bawahnya dalam segala hal tanpa mau bertabayyun (baca: mencari tahu kebenaran alias cek dan ricek) terlebih dahulu.

Orang seperti ini dalam istilah psikologi dinamakan snob. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, definisi snob adalah orang yang suka menghina dan meremehkan orang lain yang dianggap lebih rendah daripada dirinya; dan orang yang merasa dirinya lebih pintar daripada orang lain. Perilaku snob merupakan salah satu jenis di antara sekian banyak jenis penyakit psikis. Sebagaimana halnya umumnya penyakit, orang snob biasanya tidak menyadari kalau dirinya mengidap snob, tetapi orang lain atau lawan bicaranya akan segera menyadari perilaku sakit si snob begitu mereka terlibat dalam sebuah pembicaraan dengannya.

Orang yang suka memandang rendah orang lain itu, apabila dirinya merasa kesulitan atau tidak mampu dalam suatu hal, ia pun akan menilai orang lain lebih tidak mampu lagi dalam hal tersebut. Ia lupa bahwa setiap orang memiliki kapasitas, kemampuan, keahlian, dan bakat yang berlain-lainan. Hal yang sulit bagi dirinya, bisa jadi mudah bagi orang lain. Hal yang merupakan kelemahan bagi dirinya, bisa jadi merupakan kelebihan bagi orang lain.

Contoh: si sombong merasa tidak cakap dalam bermusik walaupun sudah belajar bertahun-tahun. Ia kemudian mendengar ada anak muda yang baru belajar musik setahun dua tahun sudah menekuni karir sebagai pemusik profesional, maka si sombong itu lantas berkata, “Ah, mana mungkin. Apa dia pikir jadi pemusik itu gampang? Jadi pemusik itu susah lho. Dia itu mending jangan mimpi yang muluk-muluk deh.”

Karena ia kesulitan belajar musik, maka ia menganggap orang lain pun akan kesulitan, sama seperti dirinya. Bahkan, jauh lebih kesulitan lagi daripada dirinya. Wong saya saja saja yang sudah tua tidak mampu-mampu, bagaimana dengan dia yang masih kecil begitu? Begitulah prinsip si sombong dalam memandang kemampuan orang lain. Ia lupa bahwa setiap orang itu dikaruniai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, tidak peduli tua ataupun muda. Ia mungkin kesulitan belajar musik padahal sudah berusaha mati-matian karena memang ia tidak berbakat. Jadi, walaupun diajari sampai berbuih-buih, ia masih saja kesulitan. Sementara itu, bagi orang lain yang punya bakat kuat, ia mungkin hanya membutuhkan waktu dalam hitungan bulan untuk belajar sampai menjadi cukup mahir dalam bermusik.

Intinya, kalau ia berpendapat bahwa dirinya tidak mampu dalam suatu hal, maka ia akan menganggap orang lain akan lebih tidak mampu lagi. Wong saya saja tidak mampu, bagaimana dengan dia? Saya ‘kan pasti lebih, lebih, dan lebih dari dia.

Orang yang suka meremehkan orang itu menilai orang lain hanya berdasarkan ilmu kira-kira atau bisa juga dari akibat delusi (kenyataan semu atau keyakinan yang diyakini terus menerus dalam pikiran walaupun bukti/kenyataan aslinya berlawanan dengan yang diyakininya). Masih banyak contoh-contoh perilaku meremehkan orang yang akan terlalu panjang kalau harus dibahas satu per satu di sini.

Demikian pula halnya dalam berkomunikasi, orang yang suka meremehkan orang lain itu biasanya bicara tanpa mengenali siapa lawan bicaranya. Ia menilai orang lain hanya berdasarkan ilmu kira-kira alias prasangka ngawur (baca: delusi). Ia juga menilai orang lain berdasarkan persepsi subyektif dengan latar belakang yang hanya ia dan Tuhan saja yang tahu. Apakah latar belakangnya adalah akibat dari iri hati, dengki, takabur, benci, dendam, apriori, dan sebagainya, hanya ia dan Tuhan saja yang tahu (silakan baca: Bahaya Sifat Iri dan Dengki).

Golongan orang sombong (suka meremehkan orang) itu biasanya enggan mendasarkan penilaiannya berdasarkan data dan fakta karena takut akan menemukan sesuatu yang tidak disukai dan bisa merusak ego serta kesombongannya. Oleh karenanya, ia lebih memilih tetap berada di zona nyaman semunya dengan menilai orang lain berdasarkan delusinya alias ilmu kira-kira dan persepsi subyektif yang sesuai dengan ilusinya dan menutup mata terhadap fakta/kenyataan yang sebenarnya. Hal itu ia lakukan sekadar untuk mendapatkan kepuasan psikis semu. Ini berbahaya karena delusi termasuk ke dalam salah satu jenis gangguan mental yang serius sehingga harus segera dihentikan.

 

Ciri orang yang sombong (2): orang yang sombong beranggapan bahwa setiap kelebihan atau nikmat itu harus dipamer-pamerkan. Jadi, baginya kalau ada orang yang tidak pamer berarti memang tidak ada sesuatu yang bisa dipamerkan.

Inilah beda prinsip hidup antara golongan orang sombong dengan golongan orang rendah hati. Bagi orang sombong, segala hal yang bisa dipamerkan itu harus dipamerkan. Kalau tidak ada yang bisa dipamerkan, barulah ia bersikap diam dan tidak pamer. Sementara bagi golongan yang tidak memiliki sifat sombong, bagi golongan orang yang rendah hati, kelebihan dan kenikmatan itu tidak untuk dipamerkan, tetapi untuk disyukuri. Bagi golongan orang yang rendah hati, ketika memiliki kelebihan dan mendapatkan kenikmatan, maka ia justru semakin berhati-hati, tunduk merendahkan diri kepada Allah SWT, dan mensyukuri segala nikmat karunia itu tanpa memamerkannya.

Akan tetapi, orang yang sombong tidak akan bisa memahami jalan pikiran dan prinsip hidup orang yang rendah hati. Baginya, tidak mungkin ada orang yang tidak mau memamerkan kelebihan dan kenikmatannya. Dalam pandangan orang yang sombong, hal itu sangat amat mustahil. Baginya, hanya ada satu alasan mengapa seseorang itu tidak memamerkan kelebihan dan kenikmatannya. Orang itu pasti memang tidak memiliki kelebihan, prestasi, dan apa pun yang bisa dibanggakan. Begitulah kira-kira pendapat orang yang sombong.

Oleh karena itulah orang yang sombong senantiasa memamerkan setiap kelebihan dan nikmat yang diperolehnya. Ketika memiliki sesuatu, ia pasti akan segera memamerkannya. Ketika baru membeli sesuatu barang berharga, ia pasti akan menyiar-nyiarkannya. Ketika naik pangkat, ia pasti akan memamerkannya. Ketika anaknya bisa tengkurap, merangkak, berjalan, berlari, bersekolah, sampai beranak cucu, ia pasti akan memamerkannya. Baru sedikit belajar suatu ilmu, ia pasti akan mempidatokan kepada orang lain bahwa dirinya  mahir dalam ilmu A, B, C, dst, padahal menurut orang lain yang benar-benar ahli, ia masih harus banyak beajar lagi. Baru mengetahui suatu ilmu (hal) secara kulitnya saja, ia pasti sudah jumawa, merasa paling tahu, kemudian bersikap menggurui orang lain yang dianggapnya bodoh. Intinya, setiap kali ada sesuatu yang bisa ia pamer dan banggakan, maka ia akan memamerkan, membanggakan, dan mempidatokannya kepada orang lain. Sebaliknya, apabila ia sedang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipamerkan, maka saat itulah ia bersikap diam dan tidak pamer.

Karena wataknya yang demikian, maka ia menyangka orang lain pun sama seperti dirinya. Kalau ada orang yang tidak pernah pamer, ia akan menganggap orang itu memang tidak memiliki prestasi, kelebihan, atau sesuatu untuk dipamerkan. Oleh karenanya, ia akan bersikap merendahkan orang yang tidak pernah menunjukkan kelebihan dan kenikmatannya.

Akibat jiwa pamer orang sombong telah mendarah daging, maka kehidupan pribadinya bagaikan buku yang terbuka. Orang lain sangat mudah untuk mengetahui informasi kehidupannya. Orang lain sangat mudah mengetahui perkembangan tahap kehidupannya. Orang lain sangat mudah pula mengetahui bagaimana kondisi kehidupannya. Bagaimana tidak, sedikit-sedikit pamer, apa-apa dipamerkan, sehingga orang lain pun akhirnya tahu kalau ia sedang diam dan tidak pamer, berarti ia sedang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipamerkan.

 

Ciri orang yang sombong (3): bersikap sok tahu dengan kehidupan orang lain.

Orang sombong biasanya bersikap sok tahu tentang kehidupan orang lain. Ia merasa bahwa kehidupan orang lain itu pasti seperti yang ia sangka/pikirkan.

Contoh pertama, si sombong memiliki rekan kerja yang pendiam. Menurut sangkaannya, orang yang pendiam (tidak banyak omong) itu pasti orang yang bodoh dan lugu. Berdasarkan persangkaannya itu, ia kemudian bersikap meremehkan orang tersebut.

Contoh kedua, si sombong memiliki teman yang penampilannya sederhana. Menurut sangkaannya, orang yang penampilannya sederhana dan tidak heboh, pasti orang yang hidup dan keuangannya serba kekurangan. Berdasarkan persangkaannya itu, ia kemudian bersikap merendahkan orang tersebut. Kenyataannya, kehidupan dan kondisi keuangan temannya itu berada jauh di atas dirinya.

Contoh ketiga, si sombong memiliki tetangga yang tidak pernah kelihatan mesra dengan suami/istrinya di depan umum. Menurut sangkaannya, orang yang tidak pernah menunjukkan kemesraan dengan pasangan hidupnya pasti orang yang rumah tangganya tidak harmonis atau sedang bermasalah. Berdasarkan persangkaannya, ia kemudian menggunjingkan kondisi rumah tangga tetangganya tersebut. Kenyataannya, di kemudian hari terbukti bahwa kondisi rumah tangga tetangganya itu harmonis dan tidak bermasalah.

Contoh keempat, si sombong memiliki teman yang tidak pernah mau menceritakan bagaimana perkembangan karirnya. Menurut sangkaannya, orang yang seperti itu pasti tidak punya karir sehingga minder untuk menceritakan masalah karirnya. Berdasarkan persangkaannya, ia kemudian memandang rendah temannya tersebut. Kenyataannya, temannya itu ternyata memiliki karir yang bagus dan menjanjikan.

Contoh kelima, si sombong memiliki teman yang tidak pernah menceritakan perihal anak-anaknya, juga tidak pernah menceritakan prestasi anak-anaknya. Menurut sangkaan si sombong, anak-anak temannya itu pasti tidak bisa dibanggakan, sehingga temannya itu tidak mau membicarakan anak-anaknya. Kenyataannya, anak-anak temannya itu berprestasi tinggi di sekolahnya.

 

Ciri orang yang sombong (4): kesalahan/kelemahan kecil orang lain tampak sangat jelas di matanya tetapi kesalahan/kelemahan besar dirinya sendiri tidak terlihat olehnya.

Orang yang sombong selalu merasa dirinya lebih dan lebih dibandingkan dengan orang lain. Ia tidak akan terima kalau ada orang lain yang melebihinya dalam hal prestasi, kekayaan, karir, kekuasaan, bakat, dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Oleh karenanya, ia senang mencari kekurangan dan kesalahan orang lain tetapi tidak mau mencari tahu kekurangan dan kesalahannya. Ini ia lakukan sekadar mendapatkan rasa batin semu bahwa dirinya lebih dari orang lain.

Ketika menemukan kelemahan orang lain, ia merasa sangat senang. Akan tetapi, ketika mengetahui kelebihan orang lain hatinya tidak terima. Oleh karenanya, ia akan selalu berusaha keras menyangkal kenyataan bahwa orang lain itu memiliki kelebihan dengan cara selalu mengingat-ingat dan menyiar-nyiarkan kelemahan orang tersebut. Ia berharap dengan cara itu kelebihan orang lain itu tidak tampak dan hanya kelemahannya yang tampak. Hasilnya, hatinya menjadi terhibur karena dirinya merasa lebih baik dari orang tersebut. Kemudian, apabila ia teringat atau menyaksikan lagi kelebihan orang lain itu, hatinya menjadi panas, marah, dan tidak terima, karena dipaksa lagi untuk menghadapi kenyataan yang mati-matian berusaha disangkalnya. Akibatnya, ia menjadi dengki dan benci dengan orang tersebut, kemudian semakin intens dalam mencari kekurangan, kelemahan, dan kesalahan orang lain itu agar hatinya merasa lebih baik.

Kelakukan jelek seperti itu kalau tidak segera dihentikan akan merugikan dirinya sendiri. Lama kelamaan ia akan tersiksa sendiri setiap kali melihat kelebihan orang lain. Bagaimanapun, hati dan jiwa yang selalu merasa panas dan dengki akan membuahkan suasana hati dan jiwa yang tidak damai, tidak bahagia, dan selalu uring-uringan.

 

Ciri orang yang sombong (5): suka membalik lidah dan mencari pembenaran kalau merasa terpojok.

Golongan orang sombong biasanya akan memutarbalikkan lidah kalau ia sudah merasa terpojok dalam sebuah perdebatan. Ia cenderung mencari pembenaran diri. Ia akan berusaha menempatkan lawan bicara yang menentang pendapatnya itu sebagai pihak yang salah, keras kepala, dan tidak bisa dinasihati karena tidak menuruti pendapatnya. Padahal, apa yang ia sebut nasihat itu sejatinya bukanlah nasehat, melainkan sebentuk pemaksaan kehendak. Nasihat itu adalah anjuran dan petunjuk yang baik, bermanfaat, tidak menjerumuskan, tidak bersifat memaksa, dan disampaikan dengan cara yang baik ketika diminta, serta harus sesuai dengan kepribadian, rencana hidup, bakat, cita-cita, pilihan dan orientasi hidup orang yang dinasihati.

Contoh nasihat menjerumuskan yang sejatinya adalah pemaksaan kehendak yang bersumber dari hati yang mendengki dan sombong adalah seperti kisah berikut ini. Si sombong sangat menginginkan agar anaknya sukses, bisa bersekolah di luar negeri, dan menjadi ahli keuangan terkemuka. Bahkan dengan bangganya dia mengatakan bahwa anaknya sering mendapat tugas ke luar negeri. Kemudian, ada seseorang yang bercita-cita melanjutkan S3 di bidang keuangan ke salah satu kampus bergengsi di luar negeri. Si sombong kemudian langsung mengkritik orang tersebut. “Sekolah di luar negeri itu tidak gampang. Lagian ya, ngapain kamu ngoyo banget kuliah jauh-jauh ke sana. Kamu tahu, hidup di luar negeri itu tidak enak. Kalau kamu lihat orang semangat tinggal di luar negeri, itu karena mereka itu masih baru, itu hanya rasa bulan madu sesaat. Pada akhirnya, mereka pasti akan merindukan kampung halamannya dan kembali ke kampung. Percuma juga kamu S3 di sana.”

Si orang bercita-cita tersebut berkata, “Ya, ini ‘kan juga masih diusahakan. Saya masih berusaha karena memang itu cita-cita saya.”

Si sombong semakin merasa kesal, “Aduh, kamu keras kepala banget sih kalau dinasehati. Jangan sombong dan sok deh kamu. Kok pe-de banget kamu pasti bisa ke luar negeri. Ingat Tuhan, jangan mendahului rencana Tuhan. Jangan terlalu yakin dulu.”

Si orang bercita-cita semakin tidak mengerti alur logika kata-kata si sombong. “Loh, saya tidak sombong, tidak sok, dan tidak kepe-dean lho. Saya ‘kan bilang saya punya keinginan, saya sedang berusaha. Saya punya Allah, saya percaya kepada-Nya. Walaupun, semua manusia mengatakan tidak mungkin, kalau Allah menghendaki, maka tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Asal ada usaha, kerja keras, kemauan, doa tulus, dan kerendahan hati, maka pasti Allah akan membimbing kita ke jalan keberhasilan itu.”

Si sombong tambah emosi, “Waduh, sudah-sudah! Tak ada gunanya berbicara dengan orang keras kepala, susah dinasihati, dan sombong.”

Nah, contoh dialog di atas menggambarkan bahwa yang disebut sebagai nasihat itu sebenarnya bukanlah nasihat. Itu hanyalah bentuk pemaksaan kehendak semata. Kalau pun kata-kata itu bisa disebut nasihat, maka itulah yang dinamakan nasihat menjerumuskan sebagai usaha si sombong untuk menghalangi orang lain melangkah ke tahap yang lebih maju. Ia merasa takut kalau orang lain itu melakukan ikhtiarnya kemudian berhasil, maka ia atau keluarganya (baca: dirinya, anaknya, atau cucunya) akan tersaingi. Maka dari itu, sebisa mungkin ia akan menghalangi orang lain agar tidak mencoba melangkah menuju kemajuan hidup.

Dalam contoh dialog di atas juga terlihat usaha si sombong memposisikan lawan bicaranya tersebut tampak sebagai pihak yang salah agar zona nyaman ego dan kesombongannya sebagai pihak yang selalu benar tidak terusik. Ia mengatakan lawan bicaranya sebagai orang yang sombong, sok yakin, mendahului kehendak Allah karena yakin pasti akan bisa merealisasikan rencananya. Inilah yang benar-benar fatal. Logika kalimatnya itu sebenarnya justru ditujukan kepada dirinya sendiri. Ia lah yang sebenarnya takabur karena sudah menghakimi terlebih dahulu bahwa lawan bicaranya itu mimpinya ketinggian, sudah pasti tidak akan bisa, sudah pasti akan kembali lagi ke kampung halamannya. Ia seakan-akan tahu takdir Allah, padahal ia hanya manusia, hanya hamba Allah. Ia bukan Tuhan yang Maha Tahu. Ia hanyalah manusia yang tidak tahu apa yang akan Allah takdirkan untuk dirinya sendiri, apalagi mengetahui takdir masa depan orang lain.

Kesalahan fatal berikutnya dari si sombong adalah ia sama dengan mengingkari ayat-ayat Allah berikut, “Sesungguhnya firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (Q.S. An-Nahl: 40)

Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.” (Q.S. Ya Sin: 82)

“… Katakanlah, “Maka siapakah yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki bencana terhadap kamu atau jika Dia menghendaki keuntungan bagimu? Sungguh, Allah Maha Mengetahui dengan apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Fath: 11)

Dari ayat-ayat di atas dapat diketahui bahwa tidak ada sesuatu yang tidak mungkin bagi Allah, asalkan manusia itu mau berikhtiar, taqarub, dan tawakal dengan sungguh-sungguh. Tidak ada sesuatu pun yang mustahil bagi Allah karena apabila Dia menghendaki sesuatu, maka Dia hanya berkata “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. Oleh karena itu, justru orang-orang yang mengatakan, “Cita-citamu itu ketinggian, terlalu muluk.”, mereka itu sebenarnya sedang menantang Allah Yang Maha Pemilik Takdir dan Yang Maha Berkehendak karena kata-katanya mendahului takdir Allah.

 

Ciri orang yang sombong (6): ia senang membangga-banggakan dirinya, keluarganya, hartanya, ilmunya, kepandaiannya, dan segala kenikmatan yang diperolehnya di hadapan orang lain.

Ciri ini pasti akan terlihat ketika sudah terlibat pembicaraan dengannya. Ia akan mendominasi pembicaraan dengan menceritakan kisah-kisah keluarbiasaan dirinya, keluarganya (moyangnya, orang tuanya, anaknya, cucunya, atau cicitnya), hartanya, ilmunya, kepandaiannya, dan apa pun yang bisa dipamerkan dan dibangga-banggakannya. Contoh-contohnya ada sebagai berikut.

Si sombong: “Wah, kalau anakku sih pinter banget dia, makanya di kantornya jadi pegawai andalan atasannya karena dia itu selalu bisa menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh atasannya.”

Lawan bicaranya berkata dalam hati: “Bukannya memang pegawai yang baik itu harus mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan atasannya? Kalau tidak begitu lama-lama ya bisa diberhentikan atau dimutasi. Jadi, itu kan memang yang seharusnya. Itu memang sudah sewajarnya. Lalu pinter bangetnya di mana?”

Si sombong: “Ini cucumu ya? Nah, kalau ini cucuku, ganteng/cantik banget ‘kan!? Dia ini emang paling ganteng/cantik lho.”

Lawan bicara berkata dalam hati: “???…Bukan kamu saja yang punya cucu, aku juga. Bagimu cucumu memang yang paling ganteng/cantik. Sedang bagiku yang paling ganteng/cantik adalah cucuku sendiri. Tetapi cukuplah aku bersyukur di dalam hatiku karena Allah SWT mengaruniaiku cucu-cucu yang ganteng/cantik menurutku. Aku sungguh tidak berani menyombongkannya di hadapan orang lain seperti apa yang kau lakukan itu karena aku takut kepada Allah SWT. Dia sangat membenci manusia yang bersikap menyombongkan diri.”

Setiap kali berbicara dengan orang lain, ia selalu mempidatokan dan membangga-banggakan dirinya, keluarganya, hartanya, ilmunya, kepandaiannya, dan sebagainya. Ia lupa kalau semua nikmat yang dibangga-banggakannya itu adalah karunia titipan Allah SWT yang kalau Dia menghendaki bisa diambil kembali oleh-Nya. Ia lupa kalau seharusnya dalam keadaan dirinya mendapat karunia tersebut, ia justru harus semakin tunduk merendahkan hati kepada-Nya dan tidak menyombongkan diri. Sementara itu, dalam hal interaksi sosial, kelakuan jelek seperti itu akan membuat orang lain menjauh, enggan bercakap-cakap, enggan beinteraksi, dan enggan bersahabat dengannya.

Demikianlah pembahasan mengenai ciri-ciri orang yang sombong (takabur). Semoga kita senantiasa terhindar dan selamat dari bersikap menyombongkan diri. Amin.

Views: 2792

Leave a Reply