Dimensi Waktu Dunia dan Akhirat

Dimensi waktu dunia dan akhirat itu sangat berbeda. Manusia tidak mengetahui kecuali hanya sedikit. Allah SWT berfirman, “Dan mereka meminta kepadamu agar azab disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Rabbmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (Q.S: Al-Hajj ayat 47).

Tamsil ini memberikan gambaran kepada manusia bahwa kehidupan di dunia ini sangatlah singkat. Apabila satu hari dalam perhitungan Allah SWT adalah seperti seribu tahun menurut ukuran manusia, maka betapa dimensi waktu manusia untuk hidup di dunia ini tiada artinya sama sekali jika dibandingkan dengan waktu dalam dimensi di alam abadi. Ini juga sekaligus memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Allah SWT memperlihatkan kepada manusia betapa Maha Pengasih dan Maha Pemurahnya Dia.

Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadits:

“Sesungguhnya Allah SWT tidak pernah menciptakan suatu makhluk yang lebih Dia benci melebihi dunia; dan Dia tidak pernah melihat ciptaan-Nya itu sejak pertama kali Dia menciptakannya.”

Dunia dalam pandangan Allah SWT adalah sangat hina. Di dalamnya Allah SWT meletakkan berbagai bentuk fitnah, dosa, kekejaman, kesengsaraan, tipuan, angan-angan kosong, maksiat, bala’ bencana, ujian, dan berbagai bentuk jalan terjal berliku bagi para penempuh jalan ruhani. Oleh karena itulah Allah SWT tidak merelakan hamba-hamba-Nya dan kekasih-kekasih-Nya untuk dunia. Setiap hamba-Nya yang sejati dan para kekasih-Nya pasti akan dilindungi dari dunia ini.

Dunia pada hakikatnya hanyalah sebagai tempat pembuktian janji iman dan tauhid yang pernah diucapkan oleh ruh manusia dahulu, pada saat dirinya masih berada di alam azali, yaitu alam ruh sebelum berpindah ke alam rahim. Kemudian dari alam rahim, ruh manusia yang sudah disertai jasad kasar berpindah ke alam dunia ini untuk melaksanakan pembuktian janji iman dan tauhid yang pernah diucapkannya di alam azali dahulu pada saat ruhnya belum bercampur dengan jasad. Apakah janjinya itu benar atau tidak. Apakah manusia itu memegang janjinya atau mengingkarinya.

Allah SWT menetapkan ujian-Nya di alam dunia, bukan di alam azali, sebab alam azali (alam ruh) adalah alam yang suci yang tidak tercampuri oleh berbagai keburukan, fitnah, nafsu, dan kekotoran. Ruh manusia pada fitrahnya (di alam azali) adalah suci dan abadi. Ruh itu mendapat limpahan cahaya ke-Ilahian.

Allah SWT menciptakan dunia yang Dia sifati sebagai alam kehinaan dan tipu daya yang hanya sementara (tidak kekal abadi). Oleh karenanya, Dia menciptakan segala isi dunia ini juga dari segala sesuatu yang bersifat materi yang tidak kekal. Dia menciptakan jasad manusia dari tanah untuk mewadahi ruh sucinya agar manusia itu dapat melaksanakan tugas ujian-Nya ketika berpindah ke alam dunia ini.

Allah SWT ingin menguji, apakah ketika ruh (yang bersifat suci) itu telah bercampur dengan jasad (yang berupa materi duniawi yang bersifat hina), maka ruh itu akan tetap memegang janji primordial ketauhidan yang pernah diucapkannya kepada Allah SWT di alam azali dahulu? Ataukah ruh itu ternyata mengingkari janji tauhidnya kepada Allah SWT?

Akan tetapi, karena kecintaan Allah SWT kepada ruh hamba-Nya, maka Allah SWT meringankan beban ujian ruh itu di dunia ini dengan mempersingkat waktunya. Waktu yang apabila di alam abadi lama satu harinya sama dengan seribu tahun waktu dunia. Allah SWT tidak ingin membiarkan ruh yang suci itu berlama-lama terkurung di dalam sebentuk materi yang hina, berupa jasad duniawi dari segumpal tanah. Allah Yang Maha Mencintai hamba-Nya ingin agar secepatnya ruh suci itu kembali ke sisi-Nya seperti ketika masih berada di alam azali dahulu. Oleh karena itu Dia hanya menguji ruh itu untuk turun ke dunia membuktikan janji tauhidnya selama beberapa menit sampai 1 jam-an saja menurut hitungan waktu akhirat yang dalam hitungan waktu dunia berkisar antara 60, 70, 80, 90, atau 100 tahun kalau ruh itu dizinkan menempati wadah jasad sampai jasad itu tua renta.

Apabila ruh itu lolos ujian dengan tidak mengingkari janji primordialnya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan menegakkan hukum-hukum-Nya, maka itu berarti ruh itu dapat menunaikan tugas dunianya dengan baik selama waktu yang hanya beberapa menit sampai sejam saja menurut ukuran akhirat. Dengan demikian ruh itu akan dikembalikan ke tempat yang semestinya sekembalinya dari alam dunia, yaitu surga.

Sebaliknya, apabila ternyata ruh itu mengingkari janji primordialnya, menentang perintah-Nya, mengerjakan larangan-Nya, dan tidak mematuhi hukum-hukum-Nya, maka itu berarti ruh itu gagal menunaikan tugas dunianya selama waktu yang hanya beberapa menit sampai sejam saja menurut ukuran akhirat. Dengan demikian, ruh itu pun akan dikembalikan ke tempat yang selayaknya sekembalinya dari alam dunia, yaitu neraka.

Ketika manusia membandingkan dimensi waktu dunia dengan dimensi waktu akhirat, maka semuanya menjadi tidak sebanding. Bagaimanapun, segala bentuk keuntungan, kerugian, derita, kenikmatan, pahala, dan balasannya masih sangatlah besar dan tak terhingga di alam akhirat yang abadi. Perhatikan ilustrasi di bawah ini!


Contoh 1:

1 hari Waktu Akhirat = 1,000 tahun Waktu Dunia, dimana 1 hari = 12 jam. Sehingga untuk sehari semalam yang lamanya adalah 24 jam, maka sehari semalam Waktu Akhirat = 2,000 tahun Waktu Dunia.

Sehingga ketika Allah memutuskan menurunkan ruh ke dunia selama 1 jam saja (waktu akhirat), maka menurut perhitungan waktu dunia adalah:

(1 jam Waktu Akhirat/24 jam) x 2,000 tahun Waktu Dunia = 83,333 tahun Waktu Dunia

Sehingga dari perhitungan di atas, 83,333 tahun menurut waktu di dunia hanyalah seperti 1 jam menurut waktu di akhirat.

Contoh 2:

Apabila dalam 1 jam ada 60 menit, maka  waktu 1 menit di akhirat jika diukur menurut waktu di dunia adalah:

(1 menit Waktu Akhirat/60 menit) x 83,333 tahun Waktu Dunia = 1.38 tahun Waktu Dunia

Berdasarkan perhitungan di atas, 1.38 tahun atau setahun 4 bulanan waktu di dunia ini hanyalah seperti 1 menit saja menurut ukuran waktu di akhirat.


Apabila seorang hamba diberi usia sampai renta, misalnya seperti contoh 1, yaitu 83 tahun, artinya Allah SWT hanya memberi kesempatan selama 1 jam saja (waktu akhirat) kepada hamba itu untuk membuktikan kebenaran janji primordial yang diucapkannya pada saat dirinya masih berupa ruh saja tanpa jasad di alam azali dahulu.

Dengan demikian dapat dibayangkan betapa singkatnya waktu yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia di dunia ini. Anehnya, waktu singkat yang hanya selama sejam waktu akhirat (itu kalau umurnya sampai tua renta, kalau tidak sampai tua renta 80 tahunan ruh itu sudah dipanggil kembali ke sisi-Nya, maka jatah waktunya di dunia tidak akan sampai sejam waktu akhirat), atau sejam lebih sedikit, atau kurang dari sejam waktu akhirat itu, justru dipergunakan untuk menikmati pemandangan baru alam dunia yang tidak pernah dijumpai oleh ruh selama tinggal di alam azali dahulu, sehingga ruh itupun terlena. Akhirnya, ruh itu lupa kepada tugas utamanya, untuk apa dia dipindahkan dari alam azali ke alam dunia oleh Allah SWT. Ruh itu pun tidak ingat bahwa dia dipindahkan ke alam dunia hanya sementara saja, sekadar untuk membuktikan kebenaran janji keimanan dan ketauhidannya kepada Allah SWT dengan mematuhi semua hukum Allah SWT di alam dunia yang  sudah diatur di dalam Al-Qur’an dan Hadits.

Pada saat ruh itu mulai melihat dunia, yaitu pada saat lahir, sampai menjelang usia baligh (sekitar 12 atau 13 tahun waktu dunia, yang berarti sekitar 9 menitan waktu akhirat), maka ini merupakan masa penyesuaian dan persiapan ruh yang berpindah dari alam ruh (azali) dan alam rahim, untuk dikenai hukum dosa dan pahala di alam dunia setelah datangnya masa baligh. Pada fase penyesuaian dan persiapan ini (antara usia bayi sampai menjelang baligh), ruh masih membawa cahaya dari alam ruh yang suci. Oleh karenanya, pada fase usia inilah orang tuanya harus memperkenalkan dan menanamkan ajaran untuk mematuhi aturan hukum Allah SWT yang berlaku di dunia ini (yaitu, Al-Qur’an dan Hadits) sebelum datangnya usia baligh, yang berarti waktu persiapan sudah habis, sebab ruh pada saat usia baligh itu sudah akan dikenai hukum dosa dan pahala yang akan dia bawa dan tanggung sampai dia berpindah ke alam selanjutnya (yaitu, alam barzakh dan alam akhirat).

Ketika ruh itu terlena selama 1 tahun waktu dunia, berarti dia terlena hanya selama 43.8 detik saja menurut waktu akhirat. Namun, akibat yang hanya terlena 43.8 detik saja waktu akhirat itu, akan membawa kesengsaraan berkepanjangan ketika ruh itu kembali ke sisi Allah SWT. Ada neraka yang menanti untuk didiami selama ribuan atau jutaan tahun waktu akhirat (sama dengan ratusan juta, milyaran, triliunan, bahkan tak terhingga tahun waktu dunia). Sungguh suatu akibat yang tidak sebanding. Sebaliknya, apabila ruh itu taat kepada Allah SWT untuk waktu yang sama, maka akan ada kenikmatan abadi yang menanti pada saat ruh itu kembali ke sisi Allah SWT.

Dengan demikian, betapa singkatnya waktu yang diberikan oleh Allah SWT kepada ruh untuk tinggal di dunia membuktikan janji primordial keimanan dan ketauhidannya kepada Allah SWT sesuai dengan aturan hukum Allah SWT di dunia (Al-Qur’an dan Hadits). Allah SWT ingin menguji apakah ruh itu benar dengan janji primordialnya sewaktu masih berada di alam azali dahulu? Ataukah ruh itu hanya sekadar berdusta? Sebab, alangkah banyak ruh itu yang ketika sudah berpindah ke alam dunia dan bercampur dengan jasad lantas menjadi ingkar dan tidak mengakui janji iman dan tauhidnya kepada Allah SWT.

Ketika ruh itu lupa dengan tugas utamanya, kemudian menit demi menit yang diberikan oleh Allah SWT kepada ruh itu habis, tibalah saat ruh itu harus kembali menghadap-Nya. Lantas jawaban apa yang harus diberikan kepada Allah SWT ketika ditanya kelak? Dalih apakah yang akan ruh itu gunakan untuk menjelaskan kelalaiannya dalam melaksanakan tugas dan memegang janji primordial dengan Allah SWT pada saat dirinya masih di alam azali dahulu? Bukankah ruh hamba itu sudah diingatkan oleh Allah SWT mengenai janji tauhidnya itu melalui firman-Nya di dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 72:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).

Akan tetapi, kebanyakan ruh tidak mau mengimani bahwa mereka telah mengadakan perjanjian primordial dan ketauhidan dengan Allah SWT di alam azali dahulu, walaupun Allah SWT telah mengingatkannya melalui firman-Nya. Ruh itu baru ingat dan sadar bahwa dia telah mengadakan perjanjian primordial dengan Allah SWT pada saat di hadapannya telah terbentang azab yang pedih dan lubang-lubang neraka telah dibuka di alam kuburnya. Namun, semua sudah terlambat. Penyesalan pun tidak ada gunanya lagi. Ruh itu sudah tidak bisa lagi kembali ke alam dunia untuk membuktikan janji keimanan dan ketauhidannya kepada Allah SWT karena sudah terhalang oleh barzakh¹ yang memisahkan antara dirinya dengan dunia.

Ruh itu baru ingat dan sadar bahwa dia telah mengadakan perjanjian primordial dengan Allah SWT pada saat di hadapannya telah terbentang azab yang pedih dan lubang-lubang neraka telah dibuka di alam kuburnya. Tapi, semua sudah terlambat. Penyesalan pun tidak ada gunanya lagi. Ruh itu sudah tidak bisa lagi kembali ke alam dunia untuk membuktikan janji keimanan dan ketauhidannya kepada Allah SWT karena sudah terhalang oleh barzakh¹ yang memisahkan antara dirinya dengan dunia.

 

 

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku dapat berbuat kebajikan yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak! Sungguh itu adalah dalih yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada barzakh¹ (dinding) sampai pada hari mereka dibangkitkan.”  (Q.S Al Mu’minuun ayat 99 – 100)

Kalau usia ruh itu di dunia ini sampai tua renta (83 tahunan), maka pada hakikatnya dia hanya tinggal di dunia ini selama 1 jam saja (waktu akhirat). Jika umur ruh itu lebih pendek, maka pada hakikatnya dia tinggal di alam dunia ini tidak sampai 1 jam. Bahkan, kalau pun umur ruh itu mencapai 100 tahun (waktu dunia), pada hakikatnya dia hanya tinggal di alam dunia ini selama sekitar 1 jam 12 menitan saja. Jadi, waktu yang hanya 1 jam 12 menitan atau kurang (waktu akhirat) itulah yang akan menentukan kebahagiaan atau kesengsaraan abadi bagi kehidupan ruh di alam selanjutnya. Dengan demikian, alangkah tidak sebandingnya kalau ruh itu memilih menukarkan waktu yang hanya sekitar 1 jam itu dengan waktu abadi yang bisa berlangsung miliaran, jutaan, sampai tak terhingga tahun. Tidaklah sebanding risiko ingkar kepada Allah SWT selama 1 jam-an (waktu akhirat) hidup di dunia  dengan siksa abadi yang bisa berlangsung hingga tak terhingga tahun akhirat ketika ruh itu meninggalkan dunia.

Tulisan ini hanya sekadar renungan singkat tentang perbandingan dimensi waktu dunia dan waktu akhirat dari perspektif Islam.


¹ barzakh adalah alam yang memisahkan antara alam dunia dan alam akhirat dan tempat yang menjadi persinggahan bagi ruh setelah keluar dari jasad, meninggalkan alam dunia untuk menunggu hari kebangkitan (pada hari kiamat).

 

Visits: 7587

Leave a Reply