Tips Menghadapi Tukang Kepo

Tips Menghadapi Tukang Kepo. Kepo, kata ini sudah akrab di telinga kita sehari-hari. Akan tetapi, apakah arti kata kepo? Kepo merupakan akronim dari Knowing Every Particular Object. Kepo memiliki banyak makna, di antaranya adalah sebutan untuk orang yang gemar sekali bertanya-tanya mengenai sesuatu, orang yang selalu ingin tahu urusan orang lain, orang yang gemar sekali mencari tahu perihal kehidupan (hal ihwal) orang lain, dan sebagainya. Dalam artikel ini, penulis hanya membatasi bahasan khusus pada perilaku kepo yang jahil, yaitu kepo dengan urusan dan kehidupan pribadi orang lain. Penulis TIDAK membahas mengenai kepo dalam hal yang baik dan bermanfaat, misalnya kepo ingin tahu lebih detil mengenai suatu ilmu, dan lain-lain. Sekali lagi, dalam artikel ini, penulis hanya membahas perihal perilaku kepo golongan orang jahil, yaitu kepo dengan urusan dan kehidupan pribadi orang lain.  Sebelum membahas mengenai bagaimana menghadapi tukang kepo, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai perbedaan antara perilaku kepo dengan perilaku peduli.

 

Perbedaan Antara Kepo dan Peduli

KEPO

Kepo tidak sama dengan peduli. Keduanya berbeda jauh, baik dalam hal niat maupun tujuannya. Orang yang kepo sekadar ingin tahu urusan dan kehidupan pribadi orang lain tanpa ada rasa empati apa pun. Ia akan berusaha semampunya dengan segenap cara agar dapat mengorek informasi mengenai orang yang di-kepo-in. Ia akan memaksa sekali, bagaimana pun caranya, agar dirinya dapat mengorek informasi mengenai orang yang di-kepo-in itu.

Orang yang kepo biasanya datang hanya pada saat butuh informasi. Tujuannya adalah agar ia memiliki bahan informasi (baca: bahan gosip alias bahan ghibah) tentang orang yang di-kepo-in, kemudian akan disampaikannya kepada orang lain. Tujuan kepo berikutnya adalah sebagai ajang keren-kerenan di dalam lingkup pergaulannya. Ia akan dianggap sebagai orang paling update informasi tentang si A, si B, si C, dan seterusnya. Oleh karenanya, ia akan dijadikan sebagai sumber rujukan dalam lingkup pergaulannya untuk menanyakan perihal si A, si B, si C, dan seterusnya sehingga rasa gengsi dan bangganya meningkat. Ia pun merasa hidupnya sudah sangat ‘bermanfaat’ karena bisa menyediakan sumber informasi ghibah di kalangannya.

Tukang kepo adalah orang yang tidak menghargai kehidupan pribadi orang lain, juga tidak menghargai privasi orang lain. Baginya, kehidupan pribadi dan privasi orang lain itu justru merupakan komoditas berharga dan bahan cerita yang menarik untuk diceritakan dalam lingkup dunia per-ghibah-annya.

Latar Belakang Kepo

Latar belakang mengapa orang menjadi kepo itu bermacam-macam. Pertama adalah karena memang ia memiliki watak jelek dan jahil, yaitu senang berghibah alias bergosip, sehingga ia harus selalu memiliki materi ghibah yang fresh. Oleh karena itulah, ia rajin sekali mengorek-ngorek informasi tentang kehidupan pribadi dan privasi orang lain, mulai kehidupan artis/ selebriti, tetangga, teman, sahabat, bahkan juga kerabatnya sendiri.

Latar belakang kepo yang kedua adalah akibat dari adanya rasa iri dan dengki. Orang yang memiliki rasa iri dan dengki juga suka kepo dengan kehidupan orang lain, tetapi lingkupnya lebih sempit. Biasanya golongan orang yang iri dan dengki hanya cenderung kepo dengan kehidupan orang yang didengkinya. Ia selalu ingin tahu apa saja mengenai kehidupan orang yang didengkinya. Hal itu dilakukannya bukan sekadar untuk mengumpulkan informasi seperti yang dilakukan oleh golongan tukang gosip di atas. Tujuan orang iri dan dengki mengumpulkan informasi mengenai kehidupan orang yang didengkinya itu tidak lain adalah untuk mencari kelemahan dan kekurangan orang yang didengkinya, untuk kemudian disiar-siarkannya kepada orang lain. Ia berharap orang lain akan termakan omongannya dan ikut-ikutan membenci orang yang didengkinya itu. Kalau ternyata ia tidak menemukan kejelekan ada pada diri orang yang didengkinya sehingga tidak ada alasan untuk mengghibahnya, maka ia akan memfitnah orang yang didengkinya agar orang lain ikut-ikutan membenci orang tersebut.

Latar belakang kepo yang ketiga adalah akibat adanya rasa inferior (baca: rendah diri alias tidak pe-de dengan kualitas dirinya) digabungkan dengan sifat sombong dan jiwa bersaing yang tidak sehat. Orang yang seperti itu merasa dirinya tidak boleh tersaingi. Ia merasa hanya dirinya lah yang pantas menjadi yang terbaik dan terdepan, tetapi dirinya merasa terancam dengan kualitas orang lain itu. Hal ini menyebabkan ia bersikap kepo dengan orang yang ia anggap sebagai ancaman itu. Ia selalu ingin tahu perkembangan kehidupan orang tersebut, apa yang sedang dikerjakannya, apa yang sedang direncanakannya, apa saja pencapaiannya, dan sebagainya. Ia ingin memastikan kalau orang yang dianggap sebagai saingannya itu tidak melakukan sesuatu yang lebih baik dari dia. Ia ingin memastikan bahwa orang yang dianggapnya sebagai saingan itu tidak melangkah ke tahap yang lebih baik dari dirinya. Ia tidak ingin orang tersebut menjadi lebih maju dan lebih sukses dari dirinya. Akan tetapi, di sisi lain, ia merasa terancam dengan kualitas dan kemampuan orang tersebut. Ia merasa kalau orang tersebut memiliki kualitas yang lebih dibandingkan dengan dirinya, sehingga ia menjadi begitu khawatir akan tersaingi atau diungguli oleh orang tersebut. Oleh karenanya, ia menjadi sangat kepo dengan kehidupan orang tersebut.

PEDULI

Berbeda halnya dengan orang yang peduli. Orang yang bersikap peduli tidak akan pernah memaksakan diri untuk mengorek informasi. Ia akan menghargai dan menghormati kehidupan pribadi dan privasi orang lain. Ia mengerti etika dan tahu mana batas-batas privasi orang lain yang tidak boleh diintervensinya. Ia datang tulus untuk berbagi duka dan kebahagiaan. Apabila teman atau sahabatnya tidak ingin berbagi masalah atau hal lain dengannya, maka ia akan menghormati dan menghargainya karena yang terpenting baginya adalah teman atau sahabatnya itu merasa nyaman, baik itu dengan berbagi informasi atau tidak. Apabila temannya bercerita, ia akan mendengarkannya. Apabila dimintai saran, ia akan memberi saran yang baik dan bermanfaat, bukan saran yang menjerumuskan. Sedangkan apabila tidak dimintai saran, maka ia hanya akan menjadi pendengar yang baik. Orang yang bersikap peduli juga tidak akan menjadikan apa yang diketahuinya itu sebagai bahan gosip (bahan ghibah). Ia merasa sudah dihargai oleh temannya (sahabatnya) dengan diberi kepercayaan untuk mendengarkan unek-unek, keluh kesah, dan cerita suka dukanya, sehingga ia pun akan menjaga kepercayaan dan penghargaan itu dengan baik. Ia tidak akan menceritakan apa yang diketahuinya itu kepada orang lain lagi.

Berada dalam lingkup pergaulan dimana tukang kepo bertebaran memang kadang membuat tidak nyaman. Akan tetapi, masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghindar dari kejahilan si tukang kepo. Berikut ini akan dijelaskan perihal tips menghadapi tukang kepo.

 

Tips menghadapi tukang kepo (1): jangan pernah memberi informasi apa pun, baik perihal diri maupun rencana hidup Anda karena orang lain hanya melihat hasil akhir, bukan prosesnya. Belum Berhasil = Omong Besar. Sukses = Mujur.

Si tukang kepo bertanya, “Setelah ini, apa rencanamu ke depan?”

A menjawab, “Setelah ini aku ingin melanjutkan karir aktingku ke Hollywood.”

B menjawab, “Aku ingin menjadi penyanyi profesional di Eropa.”

C menjawab, “Setelah ini aku ingin melanjutkan jenjang pendidikan S3 ku ke Harvard University. Aku sudah lama ingin mengenyam pendidikan di kampus terbaik dunia itu.”

D menjawab, “Aku ingin agar butikku bisa berkembang, minimal bisa bertambah menjadi 10 outlet.”

Setelah perbincangan itu, tukang kepo yang telah berhasil mengorek informasi dari si A, B, C, dan D itu kembali kepada teman-temannya. Ia pun kemudian menceritakan informasi tentang diri dan rencana-rencana A, B, C, dan D itu kepada teman-temannya. Ada yang mengapresiasi, dan ada pula yang mencibir.

Seiring berjalannya waktu, karir akting A stagnan, belum berkembang juga. Karir menyanyi B juga masih mentok, belum bisa menembus industri musik Eropa. Perkembangan tingkat pendidikan C juga mentok, belum bisa menembus gerbang masuk S3 Harvard. Bisnis butik D pun masih lesu, belum ada perkembangan yang berarti.

Maka, mulailah tukang kepo dan teman-temannya yang mencibir rencana A, B, C, dan D itu unjuk suara. “Ah, si A, si B, si C, dan si D itu omong kosong doang. Besar mulut saja mereka itu rupanya. Tak ada omongan mereka itu yang benar. Tak ada buktinya.”

Begitulah yang seringkali terjadi. Orang lain itu hanya akan melihat hasil akhirnya. Mereka tidak akan mau tahu prosesnya. Bagi mereka, belum berhasil artinya omong besar dan ke-pede-an. Mereka sama sekali tidak mengetahui perjuangan berat yang dilalui si A, si B, si C, dan si D untuk meraih cita-citanya. Tukang kepo dan kawan-kawannya itu sama sekali tidak tahu seberapa besar pengorbanan tenaga, uang, dan waktu yang sudah dicurahkan oleh si A, si B, dan si C untuk meraih impian mereka. Si A keluar masuk agensi perfilman dan ratusan kali gagal casting. Si B pontang-panting berusaha keras, kursus vokal, sampai berkali-kali ditolak oleh label-label rekaman di Eropa. Si C pontang-panting berusaha keras, memperbaiki nilai TOEFL, ikut tes GRE atau GMAT, memperbaiki kualifikasi, tapi tetap, berulang kali gagal lolos seleksi beasiswa. Si D bekerja sangat keras mengembangkan butiknya, tetapi masih belum berhasil menambah cabang outlet satu pun.

Kemudian, pada suatu hari, tanpa dinyana dan diduga, ternyata si A berhasil mendapatkan peran pembantu utama di sebuah film Hollywood berbudget besar, bersanding dengan aktor dan aktris papan atas Hollywood. Si B ternyata juga sudah memulai debut pertamanya dengan mengeluarkan sebuah album dimana album tersebut mendapat sambutan yang baik di Eropa. Si C ternyata pada akhirnya diterima sebagai kandidat doktor di Harvard sesuai bidang yang diminatinya. Si D pun akhirnya berhasil menambah outlet butiknya, tidak hanya 10, tetapi butiknya sekarang sudah berkembang menjadi 15 outlet

Maka, tukang kepo dan kawan-kawannya pun berkomentar, “Wah, enak banget ya jadi si A, si B, si C, dan si D. Kok bisa sih dia dapat peran di film Hollywood, gimana caranya? Kok bisa sih albumnya laku di Eropa? Kok bisa sih dia diterima di Harvard, S3 pula? Ih, si D sekarang tajir ya, outletnya aja 15 biji. Mujur banget ya mereka itu.”

Sekali lagi, orang lain itu hanya melihat hasil akhir. Mereka tidak melihat kepada prosesnya. Mereka tidak melihat betapa besar kerja keras dan pengorbanan yang ditempuh untuk mewujudkan cita-cita itu karena mereka memang belum memiliki pengalaman melakukan kerja keras. Mereka juga belum memiliki bayangan apa pun mengenai seperti apakah proses jatuh bangunnya sebuah kerja keras dan pengorbanan untuk meraih sebuah cita-cita karena prioritas utama hidup mereka memang sekadar mencari tahu urusan dan kehidupan orang lain kemudian meng-ghibah-nya. Bagi golongan orang seperti itu, gagal artinya omong besar, sedangkan berhasil artinya mujur dan enak banget hidupnya. Hanya golongan orang yang peduli sajalah yang bisa mengerti jatuh bangun dan pahit getirnya sebuah perjuangan, bukan tukang kepo.

Maka dari itu, tips pertama menghadapi tukang kepo adalah selalu berhati-hati dalam memberikan informasi apa pun yang menyangkut tentang diri Anda kepada orang lain. Apalagi kalau itu menyangkut rencana hidup Anda. Tahanlah lidah Anda semampunya. Seleksilah dengan benar siapa orang yang hendak Anda ajak berbagi rencana hidup agar kedamaian hidup Anda tidak terganggu. Pilihlah hanya keluarga dan sahabat yang benar-benar Anda kenali karakternya saja yang Anda ajak berbagi.

Kalau pun Anda benar-benar tidak mampu menahan lidah Anda, maka Anda bisa memberikan jawaban yang bersifat luas dan umum, yaitu jawaban yang tidak mengandung informasi detil. Dalam contoh dialog di atas, informasi detil dan spesifik itu adalah kata Hollywood, Eropa, S3 Harvard University, dan 10 outlet butik. Sedangkan alternatif jawaban yang bersifat luas dan umum berdasarkan dialog di atas misalnya, “Aku ingin karir aktingku bisa lebih berkembang lagi.” Atau, “Aku ingin karir musikku bisa jauh lebih luas lagi cakupannya.” Atau, “Aku ingin bisa mengenyam pendidikan di luar negeri, kalau tidak bisa ya tidak apa-apa. Di sini juga sudah baik sekali dan aku bersyukur.” Atau, “Aku ingin butikku bisa lebih berkembang lagi.” Jawaban-jawaban tersebut pun sebenarnya masih bisa dijadikan sebagai bahan ghibah, tetapi merupakan bahan ghibah yang kurang menarik bagi golongan tukang kepo.

Hindarilah berbagi cerita suka, duka, perjuangan, dan rencana Anda dengan tukang kepo karena tidak ada manfaatnya. Posisikan saja tukang kepo sebagai orang yang hanya tahu hasil akhirnya saja atau orang yang paling akhir tahu. Pada saat kisah jatuh bangun perjuangan itu sudah menjadi masa lalu dan sesuatu itu sudah berhasil Anda raih, maka itu merupakan titik aman dimana tukang kepo boleh tahu.

 

Tips menghadapi tukang kepo (2): beri jawaban mengambang kalau tukang kepo bertanya.

Tukang kepo bertanya, “Eh, gimana, apa yang kamu lakukan sekarang? Sekarang sibuk apa? Gimana perkembangan karir kamu?”

Si A menjawab, “Biasa saja. Gini-gini aja, tak ada yang berarti. Kamu sendiri gimana?”

Si B menjawab, “Biasa saja, kesibukanku masih sama seperti yang dulu. Kamu sendiri gimana?”

Si C dan D menjawab, “Biasa saja, disyukuri saja apa yang ada, Alhamdulillah. Kamu sendiri gimana?

Jawaban-jawaban tersebut adalah tiga jawaban di antara sekian banyak contoh jawaban yang tepat untuk diberikan kapada si tukang kepo. Anda tidak perlu menceritakan apa pun, termasuk progres-progres (kemajuan), prestasi-prestasi, kelebihan-kelebihan, keluh kesah, maupun suka dan duka Anda. Kalau dia masih penasaran juga kemudian memancing Anda, misalnya dengan pertanyaan seperti ini, “Kok gitu-gitu aja? Gimana sih?”

Maka Anda tidak boleh terpancing olehnya. Tetaplah konsisten dengan jawaban Anda. Jangan pernah sekali pun memberi tahu apa saja kemajuan yang telah Anda capai atau seberapa luas networking Anda saat ini atau apa saja prestasi dan kemampuan Anda. Tahan lidah semampu Anda. Jangan pernah katakan informasi apa pun tentang diri Anda. Cukup katakan, “Lha memang begini-begini saja kok, yang penting apa pun itu aku bersyukur saja.”

Kemudian segera alihkan topik pembicaraan, misalnya dengan memujinya. “Kulihat kamu makin awet muda dan tambah cantik sekarang ya.” atau “Aku suka dengan tasmu. Modelnya bagus. Pasti kualitasnya baik sekali ya.” Dan seterusnya.

Biasanya, si tukang kepo ini akan teralihkan perhatiannya. Ia akan tergoda untuk menceritakan kelebihan-kelebihan dirinya sehingga lupa tujuannya untuk mengorek informasi tentang Anda. Kemudian, setelah ada kesempatan, segera tutup pembicaraan dengan sopan, pergi, dan usahakan agar tidak terlibat pembicaraan dengan tukang kepo.

Mengapa sebaiknya menjawab pertanyaan tukang kepo dengan jawaban-jawaban yang seperti dan sejenis di atas? Ada beberapa keuntungan dengan memberikan jawaban atau informasi ambigu dan mengambang kepada tukang kepo.

Pertama, itu membuat tukang kepo tidak memiliki informasi yang cukup untuk dijadikan sebagai bahan ghibah. Ini artinya, secara tidak langsung Anda sebenarnya telah ikut membantunya terhindar dari dosa ghibah.

Kedua, tukang kepo itu akan merasa bahwa Anda bukanlah kompetitornya (saingannya) karena ia merasa dirinya jauh lebih baik dari Anda. Anda ‘kan bilang hidup Anda biasa saja, gini-gini saja, yang penting bersyukur. Oleh karena itu, ia mungkin akan kehilangan minat untuk mengurusi hidup Anda “yang biasa-biasa saja” itu kemudian beralih mengurusi kehidupan orang lain yang dianggapnya lebih spektakuler untuk diurusi. Dengan demikian, Insya Allah Anda akan lebih bisa berkonsentrasi dalam usaha untuk merealisasikan rencana dan target hidup Anda secara diam-diam, tenang, dan leluasa, tanpa direcoki olehnya.

Ketiga, apabila ia masih ngotot juga untuk berghibah tentang hidup Anda, misalnya dengan mengatakan, “Eh, kemarin aku ketemu si A. Kayaknya karirnya mentok gitu-gitu saja. Gak ada prestasinya dia itu.”, maka kalau memang Anda berprestasi, suatu saat orang pun akan mengetahui kualitas dan prestasi Anda dengan sendirinya. Ketika orang tahu, maka itu akan menjadi bumerang bagi si tukang kepo karena ia telah menyampaikan informasi yang tidak benar mengenai diri Anda, sehingga ia akhirnya bisa dicap sebagai si sok tahu atau si penebar fitnah di lingkungan pergaulannya. Ini akan merusak rasa gengsi dan bangganya sebagai sumber informasi ghibah terpercaya. Bagaimanapun, ketika bahan ghibah itu tidak akurat, maka apa yang disampaikan di lingkungan per-ghibah-annya itu bisa berubah menjadi fitnah. Bisa jadi, si tukang kepo akan menjadi kesal dan marah dengan Anda dikarenakan ketidakmauan Anda berbagi informasi tentang diri Anda itu telah membuat materi ghibahnya menjadi tidak akurat sehingga ia jadi disebut sebagai penebar fitnah dan si sok tahu di lingkungannya.

Akan tetapi, itu bukan salah Anda karena Anda memilik hak penuh atas kehidupan Anda sendiri tanpa intervensi orang lain. Anda berhak untuk memilih siapa orang yang akan Anda ajak berbagi informasi mengenai pencapaian dan suka duka Anda. Anda juga berhak untuk menolak berbagi informasi mengenai pencapaian dan suka duka Anda. Satu-satunya yang salah dalam masalah tersebut adalah si tukang kepo karena perbuatan mengorek kehidupan orang lain itu tidak benar, selalu ingin tahu urusan orang lain itu juga tidak benar, dan memaksa orang lain untuk bercerita tentang diri dan kehidupannya itu pun tidak benar. Itu adalah tips kedua menghadapi tukang kepo.

 

Tips menghadapi tukang kepo (3): jangan katakan informasi apa pun, jadikan tukang kepo sebagai orang terakhir yang tahu mengenai Anda, dan biarkan ia tahu mengenai Anda dari orang lain (bukan dari Anda langsung)

Cara ini bisa membuatnya menjadi sangat kesal, atau sebaliknya, kalau ia mau kembali ke jalan yang benar, akan membuatnya introspeksi diri. Ketika Anda tidak memberinya informasi apa pun sehingga ia akhirnya menjadi pihak yang paling akhir tahu tentang kehidupan Anda, ia akan merasa tidak dianggap. Padahal sebagai orang yang kenal dengan Anda, ia seharusnya menjadi pihak yang paling tahu tentang kehidupan Anda, dong? Mengapa Anda tidak mau berbagi dengannya? Mengapa ia menjadi orang yang paling akhir tahu tentang kehidupan Anda? Mengapa ia tahu mengenai Anda justru dari orang lain? Itu ‘kan artinya, Anda bersedia berbagi cerita dengan orang lain, tetapi tidak dengan dia (si tukang kepo). Maka, biarkan dia memilih jalannya sendiri, yaitu merasa kesal dan tidak mau introspeksi, atau sebaliknya, ia kemudian introspeksi dan menyadari bahwa dirinya memiliki sifat kurang terpuji dan jahil, yaitu tukang kepo sekaligus mulut ember, sehingga tidak patut mendapatkan kepercayaan menerima informasi perihal cerita kehidupan orang lain. Biarkan ia memilih jalannya sendiri karena pada akhirnya segala perbuatan itu akan membuahkan hasil sesuai niatnya. Niat yang baik akan membuahkan sesuatu yang baik, demikian pula sebaliknya. Itu adalah tips ketiga menghadapi tukang kepo.

 

Tips menghadapi tukang kepo (4): jauhi dan hindari berteman dengan tukang kepo.

Tips menghadapi tukang kepo berikutnya adalah dengan menjauh dan menghindari berteman dengan tukang kepo. Golongan tukang kepo adalah golongan orang yang wajib dihindari kalau Anda ingin hidup damai, nyaman, berkah, dan bahagia. Dengan menghindari membuka pintu pertemanan dengan tukang kepo, paling tidak hal itu akan meminimalkan akses yang dimiliki tukang kepo untuk mengorek kehidupan Anda. Ia tidak akan memiliki alasan kuat untuk bertanya perihal kehidupan Anda kalau Anda bukan teman atau sahabatnya.

Masih banyak orang lain yang lebih baik dan lebih layak untuk dijadikan sebagai teman atau sahabat, yaitu orang yang mampu menghormati dan menghargai apa pun keputusan Anda. Apakah Anda hendak berbagi informasi atau tidak, apakah Anda bersedia curhat atau tidak, apakah Anda bersedia membagi keluh kesah atau tidak, apa pun itu, teman atau sahabat yang baik akan senantiasa ada di samping Anda, mendukung, dan menghargai keputusan Anda. Ketika Anda curhat atau berbagi, dia akan mendengarkannya dengan tulus dan menyimpan itu untuk dirinya sendiri. Ia tidak akan pernah menceritakan keluh kesah atau curhatan Anda kepada orang lain lagi. Kalau Anda tidak ingin berbagi, dia pun akan menghormati dan menghargai keputusan Anda. Kalau Anda meminta saran, dia akan memberi saran yang baik dan bermanfaat, bukan saran yang menjerumuskan. Kalau Anda tidak meminta saran, maka dia akan diam dan hanya menjadi pendengar yang baik.

Itulah beberapa tips menghadapi tukang kepo. Sebagai pengingat, golongan orang yang peduli patut untuk dijadikan sebagai teman atau sahabat sejati. Sebaliknya, golongan tukang kepo tidak layak dijadikan sebagai teman atau sahabat sejati karena mereka tidak menghormati kehidupan pribadi Anda dan hanya berpotensi mendatangkan masalah yang tidak perlu ada dalam hidup Anda. Semoga Bermanfaat!

Visits: 7435

Leave a Reply