Prolog untuk bahan cerminan tentang “Hikayat Keledai”.

Ingatlah sebuah hikayat tentang seorang ayah dan anak yang hendak pergi ke Negeri Antah Berantah dengan mengendarai keledainya. Mereka hendak memenuhi undangan jamuan makan dari raja yang agung di negeri itu. Mula-mula sang ayah menunggangi keledai, sedangkan sang anak berjalan menuntun keledai. Ketika tiba di kota A, penduduk yang melihatnya berkata, “Dasar ayah kejam, anaknya dibiarkan menuntun keledai, sementara dia enak-enakan duduk di atas keledai.” Mereka kemudian berhenti, dan bertukar tempat. Si anak naik keledai, sedangkan sang ayah berjalan menuntun keledai. Ketika tiba di kota B, penduduk yang melihatnya berkata, “Dasar anak durhaka, ayahnya dibiarkan berjalan, sementara dia enak-enakan duduk di atas keledai.” Mereka kemudian berhenti lagi, kemudian menaiki keledai itu bersama-sama. Ketika tiba di kota C, penduduk yang melihatnya berkata, “Dasar orang-orang tidak punya hati, kasihan keledai itu terlihat begitu berat karena ditunggangi dua orang.” Mereka berhenti lagi, kemudian turun dari keledai. Mereka berjalan bersama-sama sambil menuntun keledainya. Ketika tiba di kota D, penduduk yang melihatnya berkata, “Dasar ayah dan anak bodoh, masa punya keledai tidak ditunggangi, benar-benar bodoh.” Mereka berhenti, kemudian menunggangi keledai itu. Begitu seterusnya hingga akhirnya mereka sampai di Negeri Antah Berantah.

Sesampainya di sana, mereka sangat kecewa karena waktu jamuan makan rupanya telah lewat. Mereka kemudian duduk merenungi nasib dan berkata, “Seandainya saja kita tidak terlalu banyak berhenti karena mendengarkan perkataan orang-orang, tentunya kita tidak akan terlambat tiba di sini, tentunya kita sudah dapat bertemu dengan raja, tentunya kita sudah dapat hadir di jamuan makan itu dan mendapatkan hadiah dari raja.” Akhirnya mereka pulang dengan tangan hampa, tak berhasil mencapai tujuannya.

♦♦♦

Tukang kritik dan orang yang suka berkomentar negatif sebenarnya bukan masalah penting sepanjang Anda tidak menanggapinya. Ketika Anda sudah berada di jalur yang benar, baik secara hukum agama maupun hukum negara, maka permasalahannya bukan terletak pada Anda, melainkan pada diri orang-orang tersebut. Sehingga Anda tidak perlu merasa bertanggung jawab untuk menanggapi dan menjelaskan apa yang Anda lakukan atau apapun pilihan Anda kepada orang-orang tersebut. Karena sekali Anda menanggapi, maka seterusnya batin Anda akan selalu terpengaruh oleh setiap kritik dan komentar yang datang.

Apabila Anda menanggapi kritik-kritik negatif mengenai masalah A, kemudian selesai, maka akan muncul lagi kritik-kritik negatif mengenai masalah B, dan seterusnya. Kalau Anda terus-menerus menanggapi, masalah Anda bisa mencapai Z dan jutaan Z lagi. Sehingga waktu hidup Anda akan terbuang percuma hanya untuk menanggapi dan memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan tidak penting. Anda justru akan menambah masalah yang sebenarnya tidak ada. Lama-kelamaan batin Anda bisa tertekan karena terlalu memikirkan apa yang orang lain katakan tentang Anda. Padahal, Anda merasa apa yang Anda lakukan tidak salah dan sudah berada di jalur yang benar. Akhirnya Anda tidak akan berhasil mencapai tujuan hidup karena terlalu sibuk berfokus pada apa kata orang tentang diri Anda. Anda sendiri yang akan rugi karena tidak mendapatkan apa-apa dalam hidup ini.

Ketika Anda sudah berada di jalur yang benar, baik secara hukum agama maupun hukum negara, maka permasalahannya bukan terletak pada Anda, melainkan pada diri orang-orang tersebut. Sehingga Anda tidak perlu merasa bertanggung jawab untuk menanggapi dan menjelaskan apa yang Anda lakukan atau apapun pilihan Anda kepada orang-orang tersebut.  — Mirna Aulia

Sebab, selama nafas masih dikandung badan dan Anda hidup di dunia ini, maka selama itu pula kritik dan komentar akan selalu datang silih berganti. Sebaik apapun Anda, orang akan selalu menemukan cara mengkritik dan mengomentari Anda. Karena di dunia ini, Anda tidak akan pernah mendapati bahwa semua orang menyukai dan mendukung Anda. Pasti akan ada saja orang-orang yang tidak menyukai dan tidak mendukung Anda. Sehingga pilihannya tergantung pada Anda sendiri. Apakah Anda ingin merasa damai dan bahagia dengan membebaskan diri Anda dari tingkah laku para tukang kritik dan komentator negatif itu? Ataukah Anda ingin selamanya hidup dalam tekanan dengan membiarkan para tukang kritik dan komentator negatif itu memasuki jiwa dan pikiran Anda?

Sebaik apapun Anda, orang akan selalu menemukan cara mengkritik dan mengomentari Anda. Karena di dunia ini, Anda tidak akan pernah mendapati bahwa semua orang menyukai dan mendukung Anda.

Yang paling penting adalah menjauhkan diri Anda dari rasa kesal dan marah terhadap ulah orang-orang seperti itu. Karena seberapapun kesal dan marahnya Anda, mereka akan selalu ada dan bermunculan di sekeliling Anda. Ibarat kata pepatah, mati satu tumbuh seribu, patah tumbuh hilang berganti. Jadi, jangan buang-buang waktu dan energi berharga Anda hanya untuk rasa marah dan kesal terhadap hal-hal yang tidak penting seperti itu. Lebih baik waktu dan energi yang ada Anda manfaatkan untuk selalu berfokus dan berkonsentrasi meraih segala cita-cita dan tujuan hidup Anda. Abaikan, jangan risaukan, dan jangan pernah menghiraukan ulah mereka.

Salah satu cara membebaskan jiwa Anda dari rasa kesal, marah, dan tekanan terhadap kritikan dan komentar negatif adalah dengan selalu pahami dan ingatlah “Hikayat Keledai” itu setiap kali Anda menghadapi tukang kritik dan komentator yang negatif. Kemudian introspeksi ke dalam diri Anda, apakah yang Anda lakukan sudah berada pada jalur yang benar, baik menurut hukum agama yang Anda anut maupun menurut hukum negara di mana Anda tinggal? Ketika semuanya sudah berada pada jalur yang benar, maka masalahnya tidak terletak pada diri Anda, tetapi ada pada diri para tukang kritik dan komentator negatif itu. Kesombongan (merasa dirinya adalah yang paling utama dan merasa pilihan/ keputusannya adalah selalu yang paling baik dan benar), kemudian juga adanya rasa ketidakpuasan dalam diri, ketidakbahagiaan, hasad, iri, dan dengki bisa menjadi penyebab utama mengapa mereka lebih senang menghabiskan waktu untuk mengkritik dan mengomentari orang lain secara negatif, daripada memanfaatkan waktu untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat. (Bersambung: Menghadapi Si Tukang Fitnah).


Artikel ini juga dapat dibaca di Indonesiana.

Visits: 1017

Leave a Reply