Menghindari konflik dengan tetangga merupakan hal yang harus diprioritaskan apabila ingin hidup tenang dan damai. Pada dasarnya, hidup bertetangga itu tidak sesederhana yang dibayangkan dan rawan konflik. Konflik sering disebabkan oleh ketidaksepahaman baik dalam pendapat maupun perbuatan. Oleh karena itu, salah satu cara ampuh untuk menghindari konflik dengan tetangga adalah mengikuti prinsip ‘di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung’. Prinsip tersebut artinya, ketika Anda bertempat tinggal di sebuah daerah, usahakan untuk mengikuti adat dan budaya setempat, sepanjang hal itu tidak menyusahkan. Dengan nenyesuaikan diri terhadap adat dan budaya setempat, maka Anda akan lebih mudah diterima dalam lingkungan tersebut sekaligus akan meminimalkan konflik-konflik yang tidak perlu.

Sebagai contoh, Anda dibesarkan dalam lingkungan metropolis dengan kultur yang sangat terbuka. Pada suatu saat, Anda ditugaskan ke daerah terpencil dengan kultur tradisional yang tertutup. Mau tidak mau Anda harus berbaur dengan penduduk setempat untuk menghindari kesan ekslusif yang berpotensi memicu terjadinya konflik.

Menghindari Konflik dalam Hal Adat Kebiasaan dan Tradisi

Contoh dalam kasus ini adalah Anda tinggal di lingkungan penduduk dengan prinsip agama yang tidak sama dengan prinsip agama yang Anda yakini. Misalnya, penduduk setempat di mana Anda tinggal memiliki tradisi melaksanakan ritual sedekah bumi, maka tidak ada salahnya berpartisipasi pada acara tersebut walaupun Anda tidak mempercayai berbagai keyakinan yang ada di dalamnya karena bertentangan dengan hukum agama yang Anda anut. Anda bisa berpartisipasi dengan turut menyumbang makanan ala kadarnya walaupun tidak menghadiri acaranya karena tidak sesuai dengan prinsip agama Anda. Namun, hal yang penting adalah tetangga Anda sudah melihat partisipasi Anda.

Contoh berikutnya adalah penduduk setempat memiliki tradisi selamatan yang sudah turun temurun, misalnya selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan sejenisnya. Sementara itu, Anda mengetahui bahwa di dalam hukum agama yang Anda anut, tradisi-tradisi tersebut tidak ada dan tidak pernah dicontohkan. Kalau Anda secara frontal menolak tradisi-tradisi tersebut, akan berpotensi membuat Anda dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Apabila tidak ingin berkonflik, maka Anda tidak perlu mengikuti tradisi-tradisi tersebut, tetapi juga tidak perlu menolaknya secara frontal. Apabila Anda berada pada situasi untuk mengadakan acara tersebut, maka Anda dapat menolak melaksanakan tradisi-tradisi tersebut dengan cara menyelisihinya secara halus sehingga tidak menyerupainya, yang penting niat Anda adalah mengingkarinya. Misalnya, dengan cara Anda tetap mengundang warga sekitar datang ke rumah dengan niat tidak untuk selamatan, tetapi untuk acara pengajian bersama, untuk memelihara hubungan baik dengan tetangga, serta tidak tepat pada hari ke-7, 40, dan seterusnya. Anda dapat memajukannya seminggu atau dua minggu sebelumnya, juga dapat memundurkannya seminggu atau dua minggu sesudahnya. Kemudian, ganti beberapa menu makanan yang menjadi pakem kepercayaan dalam tradisi-tradisi  itu dengan menu lain agar tidak menyerupai tradisi yang sebenarnya tidak ada dalam hukum agama yang Anda anut. Misalnya, salah satu pakem menunya adalah dengan membuat kue apem, maka ganti dengan makanan lain, kue brownies contohnya. Hal yang penting adalah secara sepintas Anda terlihat sudah ikut serta mengundang warga sehingga tetangga Anda melihat partisipasi Anda. Sebaliknya, kalau Anda berada pada posisi sebagai yang diundang, maka tidak ada salahnya Anda untuk menghadirinya, bukan dengan niat menyetujui atau membenarkan tradisi itu, melainkan untuk menghindarkan diri dari konflik agar tidak menjadi bahan pembicaraan yang tidak berguna.

Menghindari Konflik dalam Masalah Pribadi

Contoh untuk kasus ini adalah penduduk setempat memiliki kebiasaan menikah di usia sangat belia, 15 atau 16 tahun misalnya. Sementara itu, Anda yang telah berusia di atas 20 tahun belum menikah. Atau bisa juga Anda adalah orang tua yang memiliki anak remaja berusia di atas 20 tahun yang belum menikah. Ketika ditanya oleh tetangga, Anda kemudian mengatakan, “Oh, tidak! Saya tidak akan menikahkan anak saya di usia yang masih begitu belia. Mau jadi apa dia kalau belum apa-apa sudah menikah. Masa depannya bisa berantakan!”. Atau Anda yang berusia di atas 20 tahun mengatakan, “Saya belum menikah karena saya memang belum ingin menikah. Bagi saya, menikah untuk saat ini belum menjadi prioritas utama dalam hidup saya, karena saya masih lebih memprioritaskan hal lain yang menurut saya lebih utama untuk saya kerjakan.

Tidak jadi soal kalau Anda memberikan jawaban seperti ini dalam lingkup komunitas Anda atau dalam lingkungan moderat berbudaya terbuka. Akan tetapi, dalam budaya tertutup, apalagi dalam lingkungan masyarakat tradisional, jawaban tersebut adalah jawaban yang sulit diterima dan berpotensi membuat masyarakat di lingkungan budaya tersebut tidak menyukai Anda. Bahkan, mereka akan menilai Anda sebagai pribadi yang tidak normal. Hal itu karena masyarakat di lingkungan tradisional berbudaya tertutup cenderung menganut keseragaman nilai budaya, sehingga memiliki kesamaan pemikiran dalam menilai suatu hal yang lazim berlaku menurut adat istiadat. Masyarakat seperti ini sangat sulit menerima pendapat dan pemikiran baru yang tidak sesuai dengan kelaziman atau kebiasaan yang sudah berlaku secara turun temurun dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, Anda harus bijaksana dalam menyikapi pola pemikiran masyarakat setempat. Kalau memang Anda tinggal di lingkungan seperti itu, maka jawaban netral yang dapat Anda berikan untuk contoh kasus di atas misalnya, “Anak saya masih ingin bersekolah dulu, nanti kalau sekolahnya sudah selesai baru menikah.”. Atau, “Saya minta doanya saja agar diberi jodoh yang tepat.” Dan sejenisnya.

Menghindari Konflik: Bersikap Moderat Tetapi Tidak  Melanggar Prinsip

Intinya, untuk menghindari konflik dengan tetangga, Anda tidak perlu menunjukkan pemikiran-pemikiran yang cenderung bertentangan dengan budaya yang berlaku di lingkungan Anda. Kalau Anda tidak suka atau tidak setuju terhadap nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat setempat, Anda tidak perlu mengikutinya, tetapi juga tidak perlu terang-terangan bersikap menentang secara arogan. Demikian pula kalau prinsip hidup dan pemikiran pribadi Anda tidak sejalan dengan tradisi yang lazim berlaku di lingkungan tempat tinggal Anda, Anda tidak perlu mengeluarkan pernyataan frontal, juga tidak perlu coba-coba memperkenalkan/ mensosialisasikan prinsip dan pemikiran pribadi Anda itu, karena akan riskan sekali memicu perdebatan, pergunjingan, bahkan juga konflik dengan tetangga. Anda hanya perlu memberi pernyataan dan jawaban diplomatis yang tidak mengundang konflik. Anda juga tidak mengikuti hal-hal yang tidak sesuai dengan pemikiran, keinginan, nilai budaya, dan prinsip (hukum) agama yang Anda anut, dengan cara menyelisihinya secara halus.

Pantangan dalam Hidup Bertetangga

Selain itu, juga terdapat pantangan paling penting dalam hidup bertetangga, yaitu ngerumpi (istilah Jawanya: rasan-rasan, sedangkan istilah Arabnya: ghibah). Kalau benar-benar ingin jauh dari konflik dan hidup berkah, hindarilah ngerumpi berkasak-kusuk. Orang yang tidak suka ngerumpi bukan berarti tidak suka bersosialisasi. Sosialisasi atau interaksi sosial ketetanggaan yang sehat itu bukan dalam bentuk ngerumpi kasak-kusuk. Apalah manfaatnya kalau kedekatan kita dengan tetangga hanya berdasarkan kesenangan ngerumpi saja, meng-ghibah orang lain, kemudian ketika tetangga yang juga teman ngerumpi kita itu tertimpa masalah kita tidak ikut membantu, malah mencari teman ngerumpi lain untuk ganti membicarakan tetangga yang sedang ada masalah tersebut. Hal tersebut adalah model sosialisasi dan interaksi sosial tidak sehat yang hanya menjadikan hidup kita sia-sia, tidak berkualitas, tidak bermanfaat, dan hanya berpotensi mendatangkan konflik-konflik tak berguna.

HHubungan Bertetangga yang Sehat

Interaksi sosial ketetanggaan yang sehat adalah dalam bentuk menunaikan kewajiban bertetangga, seperti bersikap ramah apabila bertemu dengan tersenyum dan saling menyapa. Apabila diundang pada acara hajatannya, maka usahakan untuk datang. Apabila ada tetangga yang sakit, maka usahakan menjenguknya sesegera mungkin. Apabila memiliki makanan berlebih, maka bagikan juga kepada tetangga terdekat (kanan kiri depan belakang) rumah Anda. Apabila hendak bepergian, maka beritahu tetangga terdekat Anda. Apabila pulang dari bepergian, bawakan tetangga terdekat rumah Anda oleh-oleh. Kemudian, juga saling tolong menolong dan membantu tetangga yang sedang memerlukan bantuan. Tentu saja, kita membantunya secara wajar, artinya sesuai kemampuan kita dan tidak berlebih-lebihan sehingga justru pada akhirnya nanti bisa menyulitkan dan mendatangkan masalah untuk diri kita. Bantu sesuai kapasitas kita saja, jangan bersikap seperti malaikat, karena kita hanya manusia, tidak akan pernah bisa menjadi malaikat.

Pada prinsipnya untuk menghindari konflik dengan tetangga, kita perlu pandai-pandai menyesuaikan diri dalam tingkah laku dan tutur kata sesuai dengan budaya di tempat tinggal. Apabila tidak ingin mengikuti adat tradisi setempat, maka tidak perlu mengikutinya, tetapi dengan cara menyelisihinya secara halus tanpa memicu konflik. Selain itu, untuk menghindari konflik dengan tetangga, kita hendaknya berusaha menjaga lidah agar tidak menyakiti hati tetangga, menyapa lebih dahulu ketika bertemu/berpapasan, mengerem kebiasaan ngerumpi, dan membantu tetangga yang memerlukan bantuan secara wajar sesuai kemampuan kita. Semoga bermanfaat!


Jodohmu Surgamu Nerakamu: Panduan Memilih Pasangan Hidup Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pasangan hidup (jodoh) yang baik akan membahagiakan kehidupan seorang mukmin, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Sebaliknya, pasangan hidup (jodoh) yang buruk akan membawa kesengsaraan bagi kehidupan seseorang di dunia ini, sedangkan di akhirat kelak bahkan lebih sengsara lagi karena pasangan hidup yang buruk itu bisa menyeretnya ikut terlempar ke dalam api neraka. Na’udzubillahi mindzalik! Lalu, bagaimanakah cara mengetahui watak asli calon pasangan hidup? Bagaimanakah cara mengenali apakah calon pasangan hidup itu membawa kebahagiaan atau hanya mendatangkan kesengsaraan saja? Bagaimanakah cara agar tidak salah pilih pasangan hidup?  Baca Selengkapnya…

Baca Juga: 

Mengenali Musuh Dalam Selimut Di Sekitar Anda

Tips Menghadapi Tukang Kepo

Bahaya Sifat Iri dan Dengki 

Menjamu Tamu Menginap

Views: 23790

Leave a Reply