Mimpi bagi sebagian orang hanyalah bunga tidur semata yang akan hilang lenyap tanpa bekas ketika seseorang itu bangun. Ada orang yang tidak mampu mengingat sama sekali mimpi yang dialaminya ketika tidur. Namun, ada juga orang yang mampu mengingat dengan baik mimpi-mimpi yang dialaminya ketika tidur, sehingga ia pun kemudian menceritakan mimpi-mimpinya tersebut kepada orang lain. Contohnya adalah kisah tafsir mimpi ala dua orang sahabat, si Jujur dan si Bahlul, berikut ini.

“Eh, semalem gue mimpi digigit ular belang, kayak ada buriknya gitu. Apaan ya artinya?”, tanya si Jujur pada sobatnya pada suatu hari.

“Wah, lu bakal nikah ame orang hidung belang noh.”, jawab Bahlul, si sobat dengan asal-asalan.

“Widih, yang bener lu, Lul. Masak gitu sih!?”, tanya si Jujur dengan mimik mengkeret ketakutan.

Sambil menyeruput Kopi Tubruknya, si Bahlul menjawab lagi. “Iya. Emang gitu tau artinya. Kalau laki yang nikah ame lo nanti bukan hidung belang, pasti di mimpi elo kemarin ularnya gak ada belang buriknya. Nah, pan elo cerita kalo di mimpi elo ntu ularnya belang, pake ada buriknya pula. Ya artinya jodoh elo ntar hidung belang. Pagimane sih lo, Jur. Masak gak bisa ngartiin mimpi lo sendiri.”

Si Jujur pun makin mengkeret ketakutan mendengarkan tafsiran mimpi ala si Bahlul.

Duapuluh tahun kemudian, si Bahlul yang usianya kala itu sudah menginjak hampir setengah abad pulang kampung setelah sekian lama merantau di negeri orang. Ia bertemu dengan sahabat lamanya, Jujur yang saat itu habis mengantar anak lelakinya yang telah beranjak remaja ke sekolah.

“Jur.. Jujur!”, teriak si Bahlul dari kejauhan.

“Aihhh, ini beneran elo Bahlul!? Aduh kemane aje lo Lul!?”, si Jujur girang sekali bertemu dengan sahabat lamanya. Singkat kata, keduanya pun berbincang-bincang lama sekali.

“Apa yang lo katakan tentang mimpi gue yang dulu itu bener Lul. Laki gue, si Rambo itu ternyata hidung belang. Gue udah cerai ame dia. Gua gak tahan diselingkuhin mulu ame dia. Gak ada tobat-tobatnya dia ntu.”, si Jujur curhat kepada si Bahlul.

“Nah, apa gue kata. Bener ‘kan!? Makanya percaya ame gue. Gue itu bisa nafsirin mimpi, Jur.”, jawab si Bahlul tegas penuh percaya diri.

Apakah benar si Bahlul itu ahli tafsir mimpi? Apakah benar mimpi si Jujur itu merupakan sebuah pertanda atau firasat?

Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Jika masa semakin dekat, maka mimpi seorang mukmin nyaris tidak pernah dusta.Mukmin yang paling benar mimpinya adalah yang paling jujur perkataannya. Mimpi seorang mukmin merupakan satu bagian dari 46 bagian kenabian. Mimpi ada tiga macam: mimpi yang baik sebagai berita gembira dari Allah SWT, mimpi seorang mukmin yang dialami oleh dirinya sendiri, dan mimpi sedih yang berasal dari setan. Jika salah seorang diantara kamu mengalami mimpi yang tidak disukai, janganlah menceritakannya kepada orang lain, bangunlah, kemudian sholatlah.” (Abu Ali Hamid bin Muhammad bin Abdullah ar-Rafa’, dari Muhammad ibnul-Mughirah, dari Makki bin Ibrahim, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah ra. dalam hadits Mutaffaq ‘alaih)

Dalam hadits lainnya Rasulullah SAW bersabda, “Ar-ru’ya (mimpi kebaikan) berasal dari Allah SWT, sedangkan al-hulmu (mimpi yang buruk) berasal dari setan.” (HR. Muslim)

Dalam kitab Tafsir Mimpi Berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah (hlm. 1), Ibnu Sirin menjelaskan bahwa mimpi yang baik itu berasal dari Allah SWT. Mimpi yang baik adalah mimpi yang benar, yang membawa kabar gembira dan peringatan. Mimpi inilah yang dinilai oleh Rasulullah SAW sebagai salah satu bagian dari 46 bagian kenabian. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW, hanya orang yang paling jujur sajalah yang paling benar mimpinya.

Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling jujur ucapannya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Kemudian mimpi yang dialami oleh dirinya sendiri. Artinya, mimpi yang dilihat seseorang dalam tidurnya itu merupakan gambaran dari keinginan si pemimpi. Atau bisa juga keadaan yang dialami oleh si pemimpi dalam kehidupan nyatanya, yang mengganggu pikirannya sehingga terbawa sampai ke alam mimpi. Mimpi seperti ini tidak bermakna sehingga tidak perlu ditafsirkan.

Sedangkan mimpi yang tidak disukai itu adalah mimpi yang menimbulkan ketakutan, kesedihan, kebatilan, fitnah, tipu daya, dan kecemburuan. Mimpi ini berasal dari setan karena hanya setanlah yang menyuruh manusia kepada aneka keburukan, kekejian, dan kebatilan. Setan senang sekali mengganggu manusia untuk menciptakan ketakutan-ketakutan di hati manusia, sehingga hati menjadi cemas, gelisah, tidak tenang, sedih, khawatir, dsb. Semua ulah setan itu adalah untuk mengganggu keimanan manusia. Salah satu caranya kemudian adalah dengan menciptakan gambaran perkara-perkara yang menakutkan mengenai dirinya, hartanya, keluarganya, dan dunianya dalam mimpi seseorang.

Sehingga adab (etika) dalam memperlakukan mimpi yang tidak disukai (mimpi buruk) dalam Islam adalah dengan meludah ke arah kiri sebanyak tiga kali, membaca kalimat ta’awudz (perlindungan kepada Allah SWT dari godaan setan) sebanyak tiga kali, memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejelekan apa dilihatnya dalam mimpi, mengganti posisi tidur, tidak boleh menceritakan mimpinya kepada siapapun, tidak boleh pula menafsirkannya sendiri, kemudian bangun dari tidurnya untuk berwudhu dan mengerjakan sholat.

Adapun doa perlindungan dari mimpi yang buruk sesuai yang diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah sebagai berikut.

Orang yang mendapatkan mimpi buruk hendaknya meludah ke kiri tiga kali dan membaca doa:

A’udzubillahi minsyarrisysyaithooni wa minsyarrrimaa roaitu.

Aku berlindung kepada Allah SWT dari kejahatan setan dan dampak buruk mimpi yang aku alami.

Bila seseorang dari kalian melihat perkara yang dibencinya dalam mimpinya maka hendaklah ia bangkit dari tempat tidurnya (untuk berwudhu) lalu mengerjakan shalat danjangan ia ceritakan mimpinya itu kepada manusia.” (HR Muslim)

Aku pernah bermimpi buruk hingga mimpi itu membuatku sakit/lemah. Sampai akhirnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa mimpi yang bagus itu dari Allah SWT, maka bila salah seorang dari kalian bermimpi melihat perkara yang disukainya (dalam mimpi), maka jangan ia ceritakan mimpi tersebut kecuali kepada orang yang dicintainya. Bila yang diimpikan itu perkara yang tidak disukai (mimpi buruk), hendaklah ia meludah sedikit ke kiri tiga kali, berlindung kepada Allah dari kejelekan setan dan dari kejelekan mimpi tersebut, dan jangan ia ceritakan mimpi itu kepada seorang pun. Bila demikian yang dilakukannya niscaya mimpi itu tidak akan memudaratkannya.” (HR Muslim dari Abu Qatadah)

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu dari setan, dengan tujuan agar orang-orang beriman itu bersedih hati, padahal pembicaraan itu tidaklah memberi mudarat sedikitpun kepada mereka kecuali dengan izin Allah dan kepada Allahlah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (Q.S. Al-Mujaadilah: 10)

Berdasarkan hadits-hadits di atas, kita hanya boleh menceritakan mimpi yang baik (disukai) kepada orang-orang yang kita cintai (percaya) saja. Selain itu kita juga dilarang menceritakan mimpi yang buruk (tidak disukai) kepada siapapun manusia. Mengapa demikian?

Perhatikan hadits Rasulullah SAW dalam al-Silsilah ash-Shahihah berikut ini:

Mimpi itu bagaikan kaki yang menggantung selama belum diungkapkan. Jika telah diungkapkan maka terjadilah.

Mimpi itu akan terjadi sebagaimana ia ditakwilkan (ditafsirkan).

Perhatikan pula firman Allah SWT berikut ini:

Ayahnya berkata,’Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka akan membuat makar untuk membinasakanmu’.” (Q.S. Yusuf:5)

Sehingga sangat berbahaya menceritakan mimpi kepada sembarang orang apalagi melalui forum-forum tanya jawab umum, dimana sering dijumpai seseorang menafsirkan mimpi orang lain secara serampangan tanpa mengetahui apa akibat dari penafsiran mimpi tersebut. Ketika seseorang itu menceritakan mimpinya kepada orang lain, kemudian orang itu menafsirkan mimpi tersebut dengan sesuatu yang buruk, maka terjadilah keburukan itu dalam kehidupan nyatanya. Jadilah mimpi tersebut memudharatkan (membawa pengaruh buruk pada kehidupannya), bahkan bisa membahayakan diri dan keluarganya.

Adakalanya juga seseorang itu bermimpi tentang sesuatu yang menyenangkan, kemudian karena saking senangnya, ia pun menceritakan mimpinya itu kepada temannya. Padahal sang teman memiliki rasa iri hati dan dengki terhadapnya. Sehingga si teman itu kemudian menafsirkan mimpi itu dengan sesuatu yang buruk karena rasa iri hatinya. Maka apa yang ditafsirkan itulah yang akan terjadi.

Rasulullah SAW bersabda tentang mimpi buruk, agar tidak diceritakan kepada orang lain, sebabnya adalah: terkadang ada orang menafsirkan mimpi itu dengan tafsir yang buruk sebagaimana yang digambarkan dalam mimpi itu, meskipun masih ada banyak kemungkinkan, kemudian tafsir buruk itu terjadi dengan taqdir Allah ta’ala. Karena mimpi yang dialami seseorang ibarat sesuatu yang terbang. Artinya, ketika mimpi itu memiliki dua kemungkinan makna, kemudian ditafsirkan pada salah satu maknanya, maka maka akan terjadi sesuai yang mendekati sifat tersebut.” (Syarh Shahih Muslim, an-Nawawi, 15/18)

Sehingga bukan mimpi itu yang dapat memudharatkan atau membawa pengaruh buruk bagi kehidupan orang yang bermimpi, melainkan caranya (etikanya) dalam memperlakukan mimpi yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam itulah yang memudharatkan.

Sebuah mimpi tidak akan membawa mudharat atau pengaruh buruk sepanjang cara memperlakukannya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dalam memperlakukan mimpi yang baik (disukai) hendaknya diceritakan hanya kepada orang yang dicintai (dipercaya) saja. Kalau tidak yakin, lebih baik diam dan tidak menceritakannya sama sekali kepada siapapun. Simpanlah mimpi itu untuk diri sendiri.

Sedangkan dalam memperlakukan mimpi yang buruk (tidak disukai) sudah jelas. Janganlah menceritakannya kepada siapapun juga, juga janganlah menafsirkannya sendiri, dan sebaiknya mengikuti adab (etika) dalam bermimpi buruk seperti yang telah dijelaskan dalam uraian di atas.

Wallahu a’lam bishawab.


Referensi:

Sirin, Muhammad Ibnu. 2004. Tafsir Mimpi: Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah/Penerjemah, Dr. M. Syihabuddin, Asep Sopian, S.Pd. Jakarta. Gema Insani Press.


Artikel ini juga dapat dibaca di sini dan di sini.

Views: 137

Leave a Reply